Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

(VIDEO) Ferdinand Hutahaean: Saya Curiga Asia Sentinel Dibayar Tutupi Skandal . . .

Artikel media asing Asia Sentine secara jelas memaparkan soal adanya konspirasi keuangan di era kepemimpinan SBY.

Editor: Aldi Ponge

"Inilah asal mula utang pr obligor konglomerat beralih menjadi beban APBN.

Setiap tahun APBN harus membayar kewajiban utang swasta yg menjadi beban APBN krn kebijakan SKL BLBI Rejim megawati.

Ratusan Trilliun (bkn trilliun fiktif sprt tulisan Asia Sentinel) negara dirugikan," tulisnya.

Baca: Inilah 5 Kota yang Tenggelam di Seluruh Dunia

Megawati dan Kasus BLBI

Diberitakan sebelumnya, nama mantan presiden Indonesia sempat disebut dalam dakwaan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Nama Megawati muncul terkait skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (14/5/2018) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Megawati dikatakan menerima laporan dari Syafruddin pada 11 Januari 2014 silam, dalam Sidang Kabinet Terbatas (Ratas) yang juga dihadiri oleh Ketua Komite Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

Dalam laporannya, Syafruddin melaporkan utang petambak PT Dipasena Citra Darmadja sebesar Rp 3,9 triliun, yang dapat dibayar senilai Rp 1,1 triliun.

Sedangkan sisanya diusulkan untuk dihapus buku (write off).

Syafruddin tak melaporkan adanya kondisi utang-utang yang macet.

"Bahwa atas laporan Terdakwa tersebut, kesimpulan ratas tidak memberikan keputusan dan tidak mengeluarkan penetapan terkait dengan hutang petambak," tulis KPK dalam dakwaannya, dikutip Tribunnews.

Meski nama Megawati disebut, KPK menilai belum menemukan peran yang signifikan dari sang mantan presiden.

Mereka pun menganggap belum terlalu relevan untuk menyeret Megawati.

Baca: Benarkan 5 Hewan Ini Mampu Tingkatkan Libido Pria

"Sementara ini, saya melihat belum relevan. Namun relevan atau tidak nanti kita lihat seperti apa," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi KONTAN, Selasa (15/5/2018).

Dalam persidangan, KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.

Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 25 Agustus 2017, terkait kasus ini menyebutkan, kerugian keuangan negara adalah Rp 4,58 triliun.

Nilai kerugian negara itu lebih tinggi daripada yang sebelumnya diperkirakan KPK, yakni sebesar Rp 3,7 triliun.(*)

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved