Leo Batubara Masih Ingin Berkarya Jelang Akhir Hayat
Suasana duka menyelimuti Rumah Duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (30/8) pagi.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Suasana duka menyelimuti Rumah Duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (30/8) pagi. Isak tangis terus terdengar di tempat jasad tokoh pers Nasional, Sabam Leo Batubara itu disemayamkan.
Keluarga dan kerabat terus berdatangan untuk memanjatkan doa dan mengenang masa-masa bersama anggota Pokja Bidang Pengaduan Dewan Pers itu.
Putra kedua Leo Batubara, Coki Aloysius Batubara tampak tetap berada di luar ruangan saat keluarga dan kerabat silih berganti berdatangan."Tidak kuat saya," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Coki mengungungkapkan, ayahandanya masih memiliki satu impian yang belum diselesaikan menjelang ajal menjemputnya, yakni menyelesaikan buku "Indonesia Bergelut Dalam Paradoks Jilid IV". Buku yang seri pertamanya telah dirilis pada 2009.
"Keinginan beliau tinggal itu saja, menyelesaikan bukunya," ujarnya.
Ia menceritakan, sang ayah hanya melakukan satu kegiatan di rumah pada hampir setiap malam sejak sang istri, Lintong Tambunan, lebih dulu meninggal sebulan sebelumnya. "Iya menulis saja sudah. Tidak ada lagi. Dia mau cepat selesai bukunya," katanya.
Masih terngiang di kepala Coki saat-saat ayahnya berolahraga hingga berjalan kaki di sekitar rumah setiap pagi hari.
Meninggalnya pria yang berusia 79 tahun itu, ungkapnya, sangat mendadak. Pihak keluarga sama sekali tidak memiliki firasat apa-apa. Apalagi, selama ini tidak pernah ada keluhan sakit dari Leo, meski ginjalnya hanya tersisa satu.
"Semuanya sangat mendadak. Kami pun tidak pernah terpikir akan seperti ini," suaranya mulai serak.
Saat dinyatakan meninggal oleh dokter, belum ada satupun anggota keluarga yang menemani. Terlebih, Leo sudah berhenti bernafas saat perjalanan dari Kantor Dewan Pers menuju RSPAD. "Tidak ada persiapan sama sekali. Kami tahu dari orang kantor Dewan Pers," imbuhnya.
Sabam Leo Batubara meninggal setelah terjatuh terpeleset saat keluar kamar mandi di ruang kerjanya di kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Kamis (29/8) siang.
Kepalanya sempat berdarah setelahj terbentur kayu. Nyawanya tidak tertolong kendati telah dilarikan ke rumah sakit. "Kemarin, sekitar pukul 16.00 WIB tepatnya," tukas Coki.
Selama hidupnya, Leo sangat aktif membela kebebasan pers di Indonesia. Lulusan IKIP Jakarta itu, terlibat langsung dalam perumusan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sejak 1999 hingga 2005 dirinya menjadi pemimpin harian Suara Karya. Serta masih aktif di perkumpulan yang memperjuangkan amandemen dan konstitusi melindungi kebebasan pers, yakni, Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI).
Ia juga yang terus berbicara "Masyarakat yang cerdas memerlukan pers cerdas yang diawaki pula oleh wartawan yang cerdas,"