Umat Tridharma Seng Bo Kiong Bitung Gelar Upacara Puncak Kebebasan Arwah
Umat Budha Tridharma Seng Bo Kiong Kota Bitung gelar puncak upacara kebebasan arwah, di Klenteng Seng Bo Kiong Bitung, Sulawesi Utara.
Penulis: Alpen_Martinus | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Umat Budha Tridharma Seng Bo Kiong Kota Bitung gelar puncak upacara kebebasan arwah, di Klenteng Seng Bo Kiong Bitung, Sulawesi Utara, Sabtu (25/08/2018) kemarin.
Upacara yang dilakukan sejak pukul 10.00 Wita hingga sore hari tersebut menurut Rolly Ciwulusan, pemimpin umat Tridharma Klenteng Seng Bo Kiong Bitung, merupakan puncak upacara sembahyang dari umat Buddha Tridharma khususnya di Klenteng Seng Bo Kiong di Kota Bitung.
"Sesuai dengan ajaran Tri Dharma yaitu ajaran Sang Budha, Maha Dewa Thai Sang Lo cin, dan Nabi Konghuchu yang mengatakan bahwa setiap tahun itu ada satu bulan penuh Tuhan membebaskan para arwah dan memberikan pengampunan kepada umat manusia dalam satu bulan," jelasnya. Selain itu juga dalam rangka merayakan hari kebesaran bumi.
Sehingga dalam sebulan umat klenteng berpatokan pada bulan Imlek, setiap bulan 7 Imlek tepatnya pada Purnama Agung mereka memiliki kewajiban untuk beramal kepada sesama manusia.
"Termasuk kepada para arwah-arwah yang terbebas, berkeliaran, kami doakan semoga setelah termasuk kepada para arwah semoga setelah penutupan pintu arwah kurang lebih 15 hari kedepan Tuhan telah memberikan pengampunan dan mereka bisa diselamatkan dan naik di alam yang lebih baik," jelasnya.
Ia menambahkan, doa-doa mereka tersebut tanpa pamrih, mereka tidak mengenal para arwah tersebut tapi dengan ajaran itu mereka harus laksanakan, demikian juga pada hari ini mereka meyakini bahwa dalam satu bulan penuh ini Tuhan telah memberikan pengampunan kepada umat manusia dengan pengampunan tersebut mereka juga warga Tionghoa khususnya yang berkaitan kelenteng itu melaksanakan amal kebajikan.
"Setelah laksanakan seharian ritual sembahyang dari pagi sampai sore, dan ini telah penutupan sembahyang, kami laksanakan amal kepada masyarakat lingkungan yang sangat membutuhkan," jelasnya.
Sehingga menurut dia, makna dari upacara tersebut memang mengena betul.
Upacara berakhir di halaman Klenteng, nampak ada kambing dan babi yang sudah dikuliti diletakkan paling depan namun terpisah dari beberapa sesajian yang di atasnya ada bendera dan dupa.
"Kalau kambing sifatnya panas simbol langit dan babi sifatnya dingin simbol bumi dan itu bisa dipadukan," ujarnya.
Selain itu, sajian berupa makanan mulai dari kue dan makanan lain dan bendera menyimbolkan jalan rohani.
"Jadi kami seperti mengadakan pesta dan kami mengundang para arwah untuk datang, setelah menerima itu itu mereka pergi, semisal bekal," jelasnya.
Mereka juga nampak melakukan ritual pembakaran semacam kertas sembahyang, dan beberapa bentuk lain seperti sepatu dan pakaian.
Juga mencurahkan darah hewan dan arak yang disiapkan dalam sebuah wadah kecil.
"Itu merupakan satu jembatan penyeberangan kepada mereka itu merupakan satuan tititan kehidupan, kami berdoa mudah-mudahan Tuhan merestui sehingga pada pembebasan selama sebulan ini mendapatkan keringanan beban derita sehingga pada saat kunci pintu mereka dapat ditingkatkan kehidupan di alam yang lebih baik," jelasnya.
"Dengan begitu sangat diharapkan, semoga Tuhan mengampuni dan sehingga dunia ini aman, tentram, bahagia, langit cerah, bumi bersih, manusia aman, dan bahagia," ujarnya. (Tribun Manado/Alpen Martinus)