Kisah Narapidana
Fadli Torindatu, Pembunuh Pasangan Pendeta di Malalayang Ajukan Grasi dan Rindu Anaknya
Fadli Torindatu, narapidana kasus pembunuhan pasangan pendeta di GPdI Malalayang telah empat kali mengajukan grasi atas kasusnya.
Penulis: Nielton Durado | Editor: Aldi Ponge
Penampilan Fadli Torindatu sudah tak segarang tahun 2010.
Dia mengubah model rambunya dan sudah menggunakan peci.
Fadli yang sekarang bahkan lebih sering tidur di masjid dan mendengarkan ceramah.
Fadli divonis seumur hidup karena terlibat pembunuhan terhadap dua pendeta di kecamatan Malalayang.
Ia awalnya divonis mati oleh Pengadilan Negeri Manado, tapi kemudian pengacaranya melakukan kasasi, dan diputuskan menjalani seumur hidup.
Fadli sudah tampak ikhlas menjalani masa tahanannya.
"Awalnya memang masih belum terima, tapi sekarang sudah ikhlas," kata dia.
Baca: Daftar Nama Atlet Peraih Medali untuk Indonesia di Asian Games 2018 hingga Hari ke-7
Ia mengaku, demi menebus kesalahannya dimasa lalu, pertobatan menjadi jalan satu-satunya.
"Setiap hari di masjid, karena kalau habis sholat rasa damai dalam hati itu kian terasa," kata dia.
Akan tetapi ia mengatakam sangat merindukan dua anaknya.
"Terakhir mereka kesini tahun 2013, dan sampai sekarang sudah tak datang lagi," aku dia.
Ia pun mengakui hanya menyimpan foto masa kecil kedua anaknya
"Sekarang mereka pasti sudah besar dan saya belum melihat mereka berdua," ujarnya.
Baca: Inilah Potret 4 Srikandi Indonesia Peraih Medali Emas di Asian Games 2018 Saat di Luar Lapangan
Dirinya juga berjanji agar jika nanti bisa bebas dari Lapas Manado akan menghabiskan waktu bersama kedua anaknya.
"Sekarang mereka sudah dibawa mantan istri saya, tapi nanti kalau keluar akan saya cari dan berusaha mensekolahkan keduanya," tegas dia.
Sekedar diketahui, Fadli Torindatu adalah salah satu narapidana seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Manado.
Ia adalah terdakwa pembunuhan terhadap dua pendeta Frans Koagow (64) dan Femmy Femmy Kumendong (72), ditemukan tewas mengenaskan, Sabtu 25 April 2009 di kediaman mereka, Malalayang 2 Lingkungan 3, Manado.
Jenazah kedua korban tergeletak di lantai dan ditemukan sudah tak bernyawa dalam posisi tertelungkup ke arah pintu kamar.
Frans mengalami luka tebasan pada leher belakang hingga nyaris terpisah dari kepala.
Sedangkan Femy tertelungkup di atas tempat. Korban mengalami tiga luka tebasan pada wajahnya.
Satu tebasan di dahi kanan hingga tulang pipi kanan, satu tebasan pada dahi atas lurus ke bawah, mengenai mata bibir hingga dada, dan satu tebasan di pipi kiri.
Fadli sempat divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Manado, namun pengacaranya melakukan kasasi ke MA dan putusan diubah menjadi seumur hidup.