Asian Games 2018
Tukang Lipat Parasut Sabet Emas: Sebelum Jadi Atlet Jafro Digaji Rp 5 Ribu
Atlet paralayang Indonesia, Jafro Megawanto, meraih medali emas Asian Games 2018 dalam nomor ketepatan mendarat perorangan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Atlet paralayang Indonesia, Jafro Megawanto, meraih medali emas Asian Games 2018 dalam nomor ketepatan mendarat perorangan di Gunung Mas, Puncak, Jawa Barat.
Atlet berusia 22 tahun itu menambah perolehan medali kontingen Indonesia untuk nomor ketepatan mendarat (KTM) perorangan putra.
Jafro meraih perolehan nilai akumulasi 27 dari sepuluh ronde yang dipertandingkan, unggul dari atlet asal Thailand yang meraih nilai, 47, dan atlet asal Korea di peringkat ke tiga dengan nilai 128.
Dalam ronde terakhir, Jafro mampu mendarat secara mulus dan hampir mendapat nilai sempurna. Pilot asal Kota Batu ini mendapat nilai dua pada ronde ke sepuluh.
Raihan nilai itu dilihat dari pijakan atlet pada saat mendarat di titik mendarat. Bila pijakan saat mendarat semakin mendekati titik nol, arinya nilai yang diraih atlet terbilang baik.
Tapi, siapa menyangka sebelum menjadi atlet, Jafro adalah seorang tukang lipat parasut. Adalah Presiden Joko Widodo yang mengungkap sosok Jafro sebenarnya. Jokowi bercerita soal Jafro lewat statusnya di Facebook.
Berikut tulisan Presiden Jokowi :
"Sebelum menjadi atlet paralayan, Jafro Megawanto hanyalah seorang anak muda yang bertugas melipat dan merapikan parasut para atlet.
Setiap hari melihat atlet paralayang, melipat parasut, diam-diam Jafro memendam mimpi untuk menjadi pilot paralayang. Kesempatan itu datang ketika ia akhirnya ikut berlatih di sekolah paralayang, lalu menjadi atlet.
Hari ini, Jafro Megawanto bahkan meraih lebih dari sekadar mimpi menjadi atlet paralayang. Di venue paralayan di kawasan Gunung Mas Puncak tadi, Jafro meraih medali emas Asian Games 2018 dalam nomor ketepatan mendarat perorangan. Selamat Jafro Megawanto untuk emas ke-7 bagi Indonesia."
Kala menjadi paraboy sebutan untuk petugas lipat parasut, Jafro Megawanto diupah sekitar Rp 5 ribu per hari. Pengalaman pertamanya menjadi paraboy dilakukan ketika berusia 13 tahun.

Hal tersebut dilakukan untuk menambah uang saku dan mempelajari tentang olahraga paralayang itu sendiri. Jafro menuturkan dirinya tertarik dengan paralayang saat masih kecil karena rumahnya yang berjarak 500 meter dari lokasi pendaratan.
Jafro menyaksikan hampir tiap hari atlet paralayang terbang di langit Batu, Malang, Jawa Timur. Kerap menyaksikan pertunjukkan itu membuat ia bermimpi suatu hari nnati akan melayang juga di udara.
Sekitar dua tahun menjadi paraboy, Jafro mendpaatkan tawarkan dari manajer tim paralayang bernama Yosi Pasha untuk bergabung dalam latihan.
Kesempatan itu tampaknya langsung diambil oleh Jafro. Hingga kemudian di usianya 15 tahun, Jafro pertama kali mencoba olahraga paralayang tersebut. Jafro pun bersungguh hati menjalani latihan tiap hari untuk meraih mimpinya.
Dengan latihan yang giat tersebut, Jafro lulus ujian lisensi dan berhak mendapatkan PL 1 junior, seperti SIM bagi pilot paralayang.
Meski telah mendapatkan lisensi, ternyata untuk menjadi seorang atlet belum cukup. Jafro harus melakukan 40 kali terbang berikutnya agar menambah pengalamannya di udara.
Sempat Grogi
Jafro pun mengaku tidak mengalami hambatan saat melakukan pendaratan terakhirnya. "Nilai di ronde terakhir sama dengan babak ke sembilan, saya dapat nilai dua, jadi saat mendarat memang tidak ada kendala," ujarnya.
Namun demikian, Jafro rupanya sempat grogi jelang detik-detik dimulainya kejuaraan paralayang Asian Games 2018. Meski begitu Jafro dapat mengatasinya dan tampil meyakinkan sejak awal ronde.
"Awalnya memang ada rasa grogi, tapi kan harus optimistis, dan sampai ronde terakhir saya optimis," kata Jafro. Ia pun merasa bangga atas prestasi yang diraihnya dalam ajang Asian Games 2018 ini.
"Ya sangat bersyukur dapat medali emas, saya persembahkan emas ini untuk orang tua, rekan paralayang, dan tentunya masyarakat Indonesia,"ujarnya.
Terpisah, Pelatih Kepala Paralayang Indonesia, Gendon Subandono mengungkapkan bahwa dirinya sejak awal memang menjagokan Jafro. Menurutnya, Jafro adalah juara sejati.
"Saya secara 'feeling' Jafro menang, saya jagokan dia dari awal," kata Gendon.
Ia menjelaskan, sejak dimulainya pertandingan paralayang, dirinya terus menekankan kepada setiap atlet untuk selalu menjaga fisik dan mental. "Setiap hari harus siap lahir batin, baik mental dan fisik, sehingga perjuangan kita pun bisa dibuktikan," tuturnya.
Sementara itu, untuk nomor pertandingan KTM perorangan putri, Indonesia berhasil meraih medali perunggu. Atlet Indonesia, Rika Wijayanti (24) sukses bertengger di urutan ke tiga usai menjalani ronde ke sepuluh.
Rika meraih nilai akumulasi 120 dari sepuluh ronde yang dijalaninya. Berada di bawah Korea yang merebut perak dengan nilai 98, dan Thailand di peringkat pertama dengan nilai 77. (Tribun Network/fer/kar/wly)