Sembako Ternate-Nusa Utara Tertahan di Bitung: ASDP Belum Izinkan Fery Beroperasi
Pelayaran di Sulawesi Utara terdampak cuaca ekstrem. Sebanyak 200 truk bermuatan tujuan Nusa Utara dan Ternate tertahan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG – Pelayaran di Sulawesi Utara terdampak cuaca ekstrem. Sebanyak 200 truk bermuatan tujuan Nusa Utara dan Ternate tertahan di Pelabuhan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Bitung hingga Kamis (23/8/2018).
Kapal fery pengangkut truk tujuan Ternate, Siau Tagulandang Ternate, Tahuna hingga Melonguane tak diizinkan melaut akibat gelombang tinggi di perairan Maluku dan Sulawesi.
“Kami sudah sekitar tiga minggu (pekan) di Pelabuhan ASDP menunggu kapal berangkat,” kata Ronal Toar, Ketua Persatuan Sopir Truk Lintas Bitung Halmahera, Kamis kemarin.
Ia menjelaskan, selama ini tidak pernah kejadian seperti itu. Baru kali ini saja. Biasanya mereka diangkut oleh KM Gorango dan Forlink. Kata Torar, ada kurang lebih 200 truk tertahan tujuan Ternate dan Melonguane yang tertahan.
Kebanyakan kendaraan mengangkut sembilan bahan pokok (sembako) dan bahan bangunan. “Kalau itu (bahan bangunan) tidak akan rusak, namun ada yang muat telur, ada dua truk yang terpaksa dijual lantaran belum jadi berangkat. Ada satu truk yang muatan telurnya rusak,” ujar dia.
Torar meminta agar dari pihak ASDP menyiapkan angkutan alternatif supaya mereka bisa segera berangkat. “Ada sopir yang sudah pulang ke Ternate dan meninggalkan mobil mereka di sini karena sudah kehabisan uang,” kata dia. “Kami sudah lama menunggu di sini, penjelasan dari ASDP hanya cuaca buruk,” ujar Dedi, sopir lainnya.
Selama tiga pekan menunggu kepastian keberangkatan, para sopir kehabisan uang makan. “Kami diberikan bos uang makan untuk satu pekan. Kalau seperti ini, kami keluarkan uang sendiri,” katanya. Mereka hanya bisa tidur di truk yang terparkir di pelabuhan. “Untuk mandi ada tempat di kantor ASDP, juga di kapal,” jelasnya.
Alhasil, pendapatan sopir juga berkurang. Mereka digaji untuk sekali perjalanan. Biasanya Rp 1,5 juta per perjalanan. “Kalau kendaraan kami diam, muatan akan rusak,” ujarnya. Dedi mengaku memuat minyak kelapa dan snack. “Kalau bisa ada kapal bantuan untuk tanggulangi, sebab kami sudah terlalu lama menunggu,” jelas dia.
Hal yang sama dirasakan Riven Sasue, sopir truk yang akan membawa kendaraan ke Lirung. “Saya sudah sekitar dua pekan di sini. (Saya) membawa beras, gula, tepung, dan sembako lainnya,” ujar dia.
Ia mengatakan, bosnya sudah tanya kapan kapal berangkat. “Saya bilang (ke bos) belum (akan berangkat),” jelasnya. Selama di pelabuhan, ia hanya makan, tidur dan melakukan aktivitas bersama sopir lainnya.
“Sudah habis banyak (uang) juga ini. Pakai uang sendiri,” kata dia. Ia berharap, dapat menuju ke Melonguane pada Sabtu mendatang. Meski kapal siap berangkat, namun mobil tidak bisa diberangkatkan sekaligus lantaran kapasitas angkut kapal tak bisa terlalu banyak.

Berbeda di Pelabuhan Manado. Dikatakan Yusak Duyoh, Kepala Seksi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli Kantor Kesyabandaran dan Otoritas Pelabuhan Manado, kapal tetap beroperasi.
Kata dia, adanya gelombang tinggi di Sitaro tidak membuat penundaan keberangkatan penumpang dari Manado menuju Sitaro.
“Karena ketika ada larangan saat melewati Biaro, (nakhoda) kapal bisa langsung ke Tagulandang ataupun Siau tanpa melewati Biaro ataupun Tagulandang.
“Kami pihak otoritas (pelabuhan) penjamin keselamatan, pastinya ketika ada masalah yang mengancam keselamatan penumpang, kami menunda keberangkatan,” katanya saat diwawancarai tribunmanado.co.id di ruangan kantornya, Kamis kemarin.
Tapi sejauh ini, gelombang tinggi di Sitaro belum berdampak pada keberangkatan kapal dari Manado. Kapal tetap berjalan sesuai jadwal keberangkatan. Ia menambahkan untuk jadwal Senin, Rabu dan Jumat menggunakan kapal cepat.
Penyeberangan tunda
Berapa bulan terakhir, perairan Sulut alami beberapa peristiwa kecelakaan. Terbaru KM Bandeng yang memuat beberapa kendaraan rute Ternate-Bitung alami kecelakaan.
Pelabuhan Ulu Siau, Kabupaten Sitaro belum terlihat adanya kegiatan kapal penyeberangan. Seperti amatan tribunmanado.co.id, tidak ada aktivitas kapal fery.
Petugas di Kantor Unit Kelas III Pelabuhan Ulu Siau membenarkan. “Memang akibat gelombang tinggi yang terjadi berapa hari kemarin membuat jadwal kapal penyeberangan terganggu menuju Sitaro dan sekitarnya,” kata Laurens Luminda, pelaksana harian Kepala Kantor Unit Kelas III Pelabuhan Ulu Siau, Kamis kemarin.
Namun kata dia, terinformasi tinggi gelombang sudah menurun. “Perlu diketahui juga oleh masyarakat, kapal motor penyeberangan ada Lokongbanua dan Lohoraung. Yang satu masuk dok, jadi tinggal satu. Sementara berapa hari gelombang tinggi (kapal) tidak dapat berlayar,” katanya lagi.
Sebab lanjut dia, pihak syahbandar tidak mau ambil risiko. “Untuk kapal penumpang tujuan Manado masih normal,” tambahnya.
Lanjut dia, memang sesuai jadwal, Selasa kemarin, ada pelayaran, namun sampai saat ini belum terlihat. Di Mustofa, petugas Kantor Unit Kelas III Pelabuhan Ulu Siau, mengatakan, saat ini, sudah ada penurunan tinggi gelombang. “Untuk laporan terbaru tinggi gelombang dari 0,75 meter-1,5 meter,” katanya.
Terpisah, penjual tiket kapal penyeberangan juga membenarkan belum ada kapal beroperasi. “Kita dapat surat edaran nanti tanggal 24 Agustus ada kapal. Ini karena gelombang tinggi, dan juga peristiwa tengelamnya KM Bandeng,” ungkap petugas tiket. Sementara di sekitar Pelabuhan Ulu Siau sudah ada truk yang menunggu kapal menuju Bitung.
Penumpukan Truk di Bitung Belum Berdampak Terhadap Barang Di Sitaro
Meskipun adanya penumpukan kendaraan berupa truk di Pelabuhan Bitung dengan tujuan Tagulandang dan Siau, akibat jadwal terganggu karena gelombang tinggi, namun sejumlah pengusaha di Siau mengaku belum berdampak pada stok barang yang ada.
Seperti pengakuan dari ko Rusni yang merupakan pengusaha bahan bangunan, bahwa belum ada dampak terkait adanya penumpukan kendaraan.
“Sejauh ini belum ada pengaruh, karena bahan bangunan stok masih ada,” kata Rusni.
Sementara itu Ronal salah satu pengusaha juga mengatakan, mereka juga mengunakan kapal dari tujuan Manado-Siau.
“Jadi dengan penumpukan kendaraan penyeberangan belum bererti terhadap barang yang kami jual,” katanya.
Karena kata dia, meskipun kondisi gelombang tinggi namun untuk kapal Manado-Siau tetap berlayar.

Harga Barang Akan Melonjak
Robert Winerungan, Dosen Fakultas Ekonomi Unima mengatakan, pelayaran terganggu akibat gelombang tinggi berdampak akan pada distribusi barang. Keterlambatan sangat berdampak pada harga barang. (Barang) akan menjadi mahal. Meski baru satu hari adanya keterlambatan tetap saja sudah memberikan dampak bagi harga barang.
Apalagi ketika sudah melewati satu hari dan mencapai satu pekan maka dampaknya distributor akan merugi. Dan bisa saja tidak akan mengirim lagi karena merugi.
Namun sejauh ini, ketika terjadi keterlambatan, distributor tetap akan melakukan pengiriman di hari berikutnya. Untuk menebus kerugian yang dialami. Karena harganya pasti akan naik dari biasanya.
Keterlambatan ini berdampak buruk bagi pendistribusian bahan makanan. Misalnya cabai, tomat, bumbu dapur dan bahan makanan lain.
Jika terlambat dikirim, semua akan membusuk. Berbeda dengan bahan laian tidak begitu berpengaruh. Misalnya pakaian dan bahan bangunan. Tetap saja bisa bertahan dalam waktu yang lama.
Ke depan, agar barang tetap bisa dikirim meski gelombang besar. Harus menggunakan kapal besar atau pesawat. Saya lihat di Sulut pemerintah belum maksimal menyediakannya untuk distribusi misalnya kapal besar khusus.
Pemerintah Provinsi Sulut harus segera memikirkan dan mengambil tindakan ke depan untuk mengantisipasi keterlambatan pendistribusian barang karena adanya gelombang besar.
Berdoa di Ranjang
Gelombang tinggi di perairan Kepulauan Sitaro mengingatkan Dessy Manangkalangi Tamatompol ketika berangkat dari Sanghe ke Manado pada 12 Januari 2018.
Ia menceritakan, waktu itu terjadi gelombang tinggi. Kapal rasa mau tenggelam. “Pada waktu itu gelombang air itu kira-kira naik 5 meter. Tapi waktu itu nakhodanya coba singgah di pelabuhan yang namanya Pananaru dekat dari Tahuna,” katanya kepada tribunmanado.co.id, Kamis (23/8/2018).
Kira-kira baru dua jam dari Pelabuhan Tahuna, sekitar pulau Pananaru, Tamako. “Selama beberapa jam kami ada disitu. Barulah setelah pukul 05.00 Wita pagi kami lanjutkan perjalanan ke Manado,” cerita salah saru karyawan bank swasta di Manado ini.
Dikatakannya, pada waktu itu rasakan campur aduk takut hingga muntah. “Posisi waktu itu berada di atas ranjang yang saya lakukan hanyalah berdoa. Sampai nenek disamping saya pun menangis dan terus berdoa. Waktu yang ada dibenak saya itu pasrah kepada Tuhan,” katanya. “Itulah pengalaman paling ekstrem selama tahun ini,” kata perempuan kelahiran Tahuna, 13 Maret 1994.

ASDP Berhati-hati Hadapi Cuaca Ekstrem
Informasi bagi nakhoda kapal yang hendak berlayar di perairan Sulut dan sekitar.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Maritim Bitung memperkirakan gelombang laut pada 24 Agustus 2018 akan normal.
“Kemarin sampai hari ini kami masih mengeluarkan peringatan, tapi untuk besok kami belum keluarkan peringatan,’” kata Ricky Aror, Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Kelas II Maritim Bitung, Kamis (23/8/2018).
Ia menjelaskan, khusus untuk prakiraan cuaca Rabu pukul 20.00 hingga Kamis pukul 20.00, jalur penyeberangan Bitung-Ternate kecepatan angin mencapai 08-20 knot dengan tinggi gelombang 1,00 meter-2,00 meter. Untuk jalur Bitung-Melonguane juga sama.
“Kalau sekarang memang tinggi gelombang masih cukup membahayakan untuk melaut,” jelas dia.
Sememtara untuk prakiraan cuaca yang berlaku sejak Kamis pukul 20.00 hingga Jumat pukul 20.00, jalur penyeberangan Bitung-Ternate kecepatan angin mencapai 06-15 knot dengan tinggi gelombang 0,25 meter-1,00 meter (lihat grafis).
“Kalau untuk sebentar malam dan besok hingga malam, gelombang laut cenderung lebih teduh sehingga sudah aman untuk berlayar, tapi kami bukan penentu kapal bisa berlayar atau tidak, kami hanya berikan rekomendasi prakiraan cuaca saja,” ujar dia.
Empat kapal yang biasanya melayani penyeberangan Bitung-Ternate, Bitung-Melonguane, Bitung- Mangarang-Musi-MLG nampak masih bersandar di dermaga ASDP Bitung.
Hampir tiga pekan sudah kapal bersandar di situ, lantaran belum ada izin pelayaran terkait cuaca buruk belakangan ini.
Dance Maleke Supervisor PT ASDP Bitung mengatakan, belum berangkatnya kapal penyeberangan lantaran belum ada izin berlayar dari KSOP. “Cuaca masih buruk, mungkin besok sudah bisa, lantaran cuaca sudah makin membaik ini,” katanya.
Frederik Karuntu, Kepala KSOP Bitung mengatakan, sebenarnya kondisi gelombang dan cuaca sudah membaik sehingga bisa dikeluarkan izin berlayar.
“Namun prosedurnya, dari ASDP harus memperlihatkan dulu sudah izin perlintasan dari Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI,” jelasnya.
Jika sudah ada itu, baru mereka akan mengeluarkan surat izin berlayar (SIB). “Prosesnya cepat dan izin berlayar bisa dikeluarkan karena cuaca sudah baik,” jelasnya.
Ia menjelaskan, untuk mengeluarkan izin berlayar, mereka harus melihat dari rekomendasi prakiraan cuaca BMKG Bitung dulu.
“Sebenarnya tadi sudah akan dikeluarkan SIB, namun izin dari kementerian belum ada sehingga tidak jadi, jangan salah ambil keputusan,” jelasnya.
Ia juga tidak mau mengambil keputusan sembarangan untuk izin berlayar, agar jangan sampai terjadi kejadian yang tidak diinginkan.
“Sejauh ini juga kapal-kapal kami belum berikan izin berlayar karena cuaca kurang bagus, supaya nanti jangan terjadi kecelakaan berlayar,” ujarnya. (amg/chi/olydik)