Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Istri Irwandi Yusuf Dicecar KPK soal Dokumen

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami penyidikan kasus suap yang menjerat Gubernur (nonaktif) Aceh

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Internet
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami penyidikan kasus suap yang menjerat Gubernur (nonaktif) Aceh Irwandi Yusuf. Terkini, giliran istri Irwandi Yusuf, Darwati A Gani, diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, pada Selasa (31/7).

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan, dalam pemeriksaan selama enam jam tersebut, penyidik KPK mengklarifikasi dokumen-dokumen yang disita saat penggeledahan di kediaman Irwandi pada 6 Juli 2018. "Terhadap saksi Darwati tadi diklarifikasi tentang pengetahuan dia terkait dokumen yang ditemukan di rumah pribadi IY (Irwandi Yusuf)," kata Febri.

Sebelumnya, tim penyidik KPK melakukan serangkaian penggeledahan di Aceh pada 6 hingga 7 Juli 2018. Lokasi yang digeledah adalah ‎kediaman tersangka Irwandi Yusuf, serta rumah dua tersangka lainnya yakni, Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.

Saat itu, Febri Diansyah mengatakan dari penggeledahan di rumah Irwandi Yusuf, pihaknya menemukan sejumlah dokumen dan bukti elektronik yang terkait dengan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018. Menurutnya, dokumen serta alat bukti itu diyakini akan menguatkan terjadinya tindak pidana korupsi dalam pembagian Dana Otsus Pemprov Aceh 2018.

Darwanti memilih bungkam saat keluar dari Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan selama enam jam. Dia tetap menutup mulut sambil terus menerobos kerumunan wartawan yang mewawancarainya.

Darwati yang mengenakan jilbab hitam dan membawa buku serta botol minum di tangannya memilih terus melajut ke mobil hitamnya.

Menurut Febri, pemeriksaan terhadap saksi istri Irwandi Yusuf ini adalah untuk melengkapi berkas tersangka Teuku Syaiful Bahri. Syaiful Bahri merupakan orang kepercayaan Irwandi yang juga dijerat karena turut menerima alirana dana suap.

Selain Darwati, KPK memanggil staf Steffy Burase, Apriansyah, Member Alliaze Ade Kurniawan, Kadis Sosial Pemprov Aceh Alhudri dan Asisten II Pemprov Aceh, Taqwa. Keempatnya diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irwandi Yusuf.

Namun, hanya Taqwa yang diperiksa KPK lantaran Apriansyah dan Ade Kurniawan tidak memenuhi panggilan sebagai saksi. Sementara, Seteffy Burase yang disebut-sebut mempunyai hubungan khusus dengan Irwandi dan Ade Kurniawan memiling mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.

"Untuk saksi dari Taqwa, ‎Asisten II Provinsi Aceh didalami pengetahuan dan perannya dalam penganggaran dan pengadaan proyek DOK Aceh. Saksi diperiksa terkait tugasnya sebagai Wakil Ketua Penyusunan DOK Aceh dan Pengawasan Pengadaan," jelas Febri.

Diketahui, terungkapnya kasus dugaan suap yang menjerat Gubernur Aceh Irwandi terungkap dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Aceh pada Selasa, 3 Juli 2018.

Dari OTT tersebut, empat orang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun 2018. Keempat tersangka itu adalah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi serta dua pihak swasta, Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.

Gubernur Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp 1,5 miliar kepada Bupati Ahmadi sebagai ijon agar mendapatkan anggaran proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOKA Tahun 2018 senilai Rp 8 triliun. Padahal, seharusnya tanpa perlu menyodorkan uang, masing-masing kabupaten berhak mendapatkan DOKA tersebut.

Ahmadi sendiri baru menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta kepada Gubernur Irwandi melalui dua orang dekatnya, Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga pemberian ini merupakan komitmen fee 8 persen yang jadi bagian untuk pejabat Pemerintah Aceh.

Menteri BUMN Rini Soemarno bersama Dirut PLN Sofyan Basir
Menteri BUMN Rini Soemarno bersama Dirut PLN Sofyan Basir (TRIBUNNEWS)

Dirut PLN Pilih Bertemu Jokowi Dibanding Diperiksa KPK

Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir memilih datang ke rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor dibandingkan memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan mangkir dari panggilan pemeriksanaan sebagai saksi dugaan suap proyek PLTU Riau-1 yang tengah disidik KPK.

Sofyan mengaku harus mengikuti rapat bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor sejak pukul 11.00 WIB hingga 13.00 WIB. "Kan ada ini (ratas), ‎ya enggak apa-apa, izin kan," kata Sofyan seusai mengikuti rapat terbatas.

Sofyan beralasan memilih ikut rapat dibandingkan diperiksa KPK karena rapat terbatas bersama para menteri yang dipimpin oleh Presien Jokowi kali ini sangat penting. Sebab, rapat tersebut terkait persoalan peraturan ‎harga batu bara dalam negeri atau dometic market obligasi (DMO). ‎"Ini kan penting banget, karena DMO masalahnya, jadi masalah DMO, masalah biodiesel, dua-duanya PLN," ucapnya.

Sofyan berjanji akan akan hadir memenuhi kewajibannya sebagai saksi jika kembali mendapat panggilan pemeriksaan dari KPK.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan Sofyan Basir melalui surat menyatakan tidak bisa hadir memenuhi panggilan pemeriksaan dengan alasan menjalankan tugas lain. "Saksi Sofyan Basir tidak datang dalam rencana pemeriksaan hari ini. Tadi staff yang bersangkutan menyerahkan surat ke KPK, tidak bisa datang memenuhi panggilan penyidik karena hari ini menjalankan tugas lain," ujar Febri.

Diketahui hari ini seharusnya Sofyan Basir diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Riau untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited).

Sedianya pemeriksaan pada 31 Juli 2018 menjadi kali kedua bagi Sofyan Basir diperiksa oleh KPK terkait kasus suap proyek PLTU RIau-1 yang melibatkan tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Budisutrisno Kotjo. Sebelumnya,  Sofyan telah diperiksa penyidik KPK pada Jumat, 20 Juli 2018.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik KPK mengkonfirmasinya  soal perkenalan, hubungan dan pertemuan yang dilakukannya terhadap tersangka Eni Saragih dan pengusaha Budisutrisno Kotjo. Penyidik juga menanyakan soal hasil temuan barang bukti dari penggeledahan yang dilakukan KPK di rumah dan kantor PLN.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka karena menerima suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Eni Saragih yang juga politikus Partai Golkar itu diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta dari pengusaha sekaligus pemegang saham Blackgold Budisutrisno Kotjoyang. uang itu diduga bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Diduga uang pelicin diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus. Total dana pelicin untuk Eni yang diminta adalah Rp 4,8 miliar atau 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangit listrik tenaga uap tersebut.

KPK sendiri telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat. Namun, para tersangka akhirnya dijaring dalam Operasi Tangkap tangan (OTT) pada 13 Juli 2018.

Yang mengejutkan, saat itu Eni Saragih ditangkap oleh tim KPK saat berada di ruangan di rumah Menteri Sosial Idrus Marham.

Oleh karenanya, Idrus pun sempat diperiksa oleh KPK. Selain alasan itu, pemeriksaan terhadap mantan Sekjen Partai Golkar itu dikarenakan diduga ikut melakukan pertemuan dengan kedua tersangka sebelumnya. (tribun network/fel/coz)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved