KPU: 199 Mantan Napi Korupsi Calon Wakil Rakyat
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan akan mengembalikan 199 berkas bakal calon anggota legislatif ke parpol peserta
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan akan mengembalikan 199 berkas bakal calon anggota legislatif ke parpol peserta pemilu berdasar temuan Bawaslu. Sebelumnya Bawaslu RI beserta jajaran menemukan sebanyak 199 bakal calon anggota legislatif 2019 berstatus mantan terpidana korupsi. Sebanyak 199 bacaleg itu tersebar di 11 provinsi, 93 kabupaten, dan 12 kota.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Pramono Ubaid Thantowi menegaskan berkas 199 bacaleg 2019 yang merupakan mantan napi korupsi dikembalikan ke parpol masing-masing. "Sepanjang belum ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang belum membatalkan PKPU kita ya itu akan dikembalikan ke parpol," ujarnya di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (26/7).
Pramono menegaskan berkas tersebut dikembalikan karena tidak sesuai dengan kesepakatan antra KPU dan partai politik terkait. "Ini jumlahnya kalau dibandingkan dengan jumlah seluruh caleg ya sedikit ya.Kami kembalikan ke parpol untuk diganti," pungkas Pramono.
Berdasarkan keterangan resmi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bacaleg terpidana korupsi di provinsi sebanyak 30 bakal calon. Untuk tingkat kabupaten 148 bakal calon dan di kota, ada 21 bakal calon.
Temuan ini didapatkan dari pengawasan melekat yang dilakukan Bawaslu RI beserta jajaran dengan cara memeriksa informasi dari Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dan Surat Keterangan Pengadilan.
Provinsi yang terdapat bakal calon mantan terpidana korupsi terdapat di Jambi (9 bakal calon), Bengkul (4 bakal calon), Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau (3 bakal calon), Riau, Banten, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (dua bakal calon), DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara (1 bakal calon).
Kabupaten yang terdapat bakal calon terpidana korupsi adalah kabupaten Buol, Kabupaten Katingan (6 bakal calon), Kabupaten Kapuas (5 bakal calon), Kabupaten Belitung, Kabupaten Trenggale (4 bakal calon), Kabupaten Kutai, Kartanegara (4 bakal calon), Kabupaten Seruyan, Kabupaten Alor, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Pasaman Barat Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Natuna, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (3 bakal calon).
Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Banggai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Kampar, Kabupaten Karawang, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumbawa, dan Rokan (2 bakal calon) dan 63 Kabupaten lainnya terdapat satu (1) bakal calon.
Sedangkan, kota yang terdapat bakal calon terpidana korupsi adalah Kota Lamongan (4 bakal calon), Kota Pagar Alam (3 bakal calon), Kota Cilegon, Kota Gorontalo, Kota Kupang, dan Kota Sukabumi (2 bakal calon), Kota Madiun, Kota Sabang, Kota Tual, Kota Manado, Kota Pramulih dan Kota Tebing Tinggi masing-masing (1) satu bakal calon.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, menyoroti para parpol di Indonesia yang tak menunjukkan sikap antikorupsi. Emerson mengatakan komitmen partai politik melawan korupsi sangatlah jelek.
Ia mencontohkan situasi terkini. Yakni, operasi tangkap tangan (OTT) Kalapas Sukamiskin oleh KPK.
Ia merasa heran karena ada yang menyebut OTT KPK recehan. Bahkan, tak ada yang bersuara keras terhadap Kemenkumham. "Soal Lapas Sukamiskin kena OTT, ini kan nggak ada yang bersuara keras. Jadi, misalnya kasus OTT lapas itu nggak ada tuh parpol bilang Yasonna harus dicopot," ujar Emerson.
"Dan kedua malah mereka menyalahkan KPK. Bilang KPK OTT recehan. Ini yang kita lihat keresahan soal antikorupsi di publik gede banget tapi nggak diimbangi sama parpol yang nggak pernah wacanakan antikorupsi," imbuh dia.
Selain itu, menurutnya isu korupsi di parpol bukanlah isu yang menarik. Buktinya hingga kini, tak ada parpol yang berkampanye pilih caleg anti korupsi. Karena, kata dia, sering kali di internal partai ada bentuk toleransi terhadap teman yang terjerat masalah korupsi.
Emerson menegaskan bahwa negara ini masih memberikan rasa nyaman kepada korupsi. "Indikatornya sederhana, tersangka korupsi diusung, mantan napi korup diusung lagi, ini kan masih juga menjadi pertanyaan," tegas Emerson.
"Makanya parpol nggak ada yang kampanye pilih caleg anti korupsi, pilih caleg yang melawan korupsi, nggak ada yang begitu," katanya lagi. (tribun network/gle/dit)