Anas Protes Jaksa Terlalu Lama Tanggapi PK: Ramai-ramai Ajukan PK, KPK Tak Khawatir
Terpidana kasus korupsi Hambalang Anas Urbaningrum protes saat sidang Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Terpidana kasus korupsi Hambalang Anas Urbaningrum protes saat sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu protes karena jaksa penuntut umum Ahmad Burhanudin meminta waktu dua minggu kepada majelis hakim untuk menjawab permohonan PK kasus Hambalang Anas Urbaningrum. Anas pun protes karena dinilai terlalu lama.
"Dari pihak termohon barangkali tidak butuh waktu dua minggu karena ini tanggapan dan pembuktian juga sudah dilakukan sebelumnya,"ujar Anas.
Terkait protes tersebut Ketua Majelis Hakim Sumpeno akhirnya mengabulkan permohonan jaksa dan sidang selanjutnya digelar pada tanggal 26 Juli 2018. Saat sidang diketahui Anas membacakan sendiri kesimpulannya sebagai pemohon Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam kesimpulannya, Anas menyebut ada dua hal yang mendasari pengajukan PK. Anas yang menggunakan kemeja putih tersebut juga menyampaikan inti pengajuan PK karena dia merasakan ada putusan yang tidak adil.
Anas yang setiap kali sidang selalu menggendong tas ransel hitam ini juga menilai proses hukum maupun putusan tidak sesuai dengan fakta, bukti dan logika yang bisa diterima oleh akal sehat keadilan. "Ada dua hal yang mendasari kami ajukan permohonan PK. Pertama, adanya bukti baru atau keadaan baru," kata Anas.
Anas menjelaskan bukti baru yang ia ajukan yakni testimoni dari Yulianis, Teguh Bagus Muhammad Noor dan Marisi Matondang. Ketiganya menyampaikan testimoni secara tertulis dan dilegalisasi oleh notaris.
Dari keterangan ketiganya, Anas merasa ditemukan bukti baru yang sangat kuat, valid, dan solid untuk dijadikan dasar upaya koreksi putusan hukum sebelumnya yang ia nilai tidak berdasarkan keadilan.
Kedua, menurut Anas, ada kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata dari putusan sebelumnya. Dia menilai, hal tersebut sangat kuat dasar argumentasinya untuk dijadikan sebagai dasar bagi koreksi putusan agar putusan menyangkut perkara yang didakwakan bisa kembali ke jalan hukum.
"Oleh karena itu inti dari permohonan PK kami adalah kami ingin agar mengabulkan permohonan PK dari pemohon PK, saya sendiri. Membatalkan putusan MA no.1261.K/pidsus/2015 tertanggal 8 juni 2015, mengadili kembali, membebaskan pemohon dari segala dakwaan jaksa," kata Anas.
Anas sebelumnya divonis delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor karena dinilai terbukti menerima gratifikasi proyek Hambalang senilai Rp20 miliar. Uang tersebut kemudian disamarkan dengan pembelian tanah dan bangunan.
Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, Anas juga harus membayar pengganti uang yang telah dikorupsi sebesar Rp57 miliar dan USD5,261 juta.
Tidak puas dengan vonis, Anas mengajukan upaya hukum banding. Pengadilan Tinggi DKI meringankan hukumannya menjadi 7 tahun penjara. Anas kembali melanjutkan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke MA. Hasilnya MA menolak kasasi Anas. Majelis hakim yang diketuai hakim agung
Artidjo memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun.
Ramai-ramai Ajukan PK
Tidak hanya Anas Urbaningrum yang mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK), koleganya sesama di partai Demokrat dulu Jero Wacik dan Choel Mallarangeng juga mengajukan PK. Humas Pengadilan Tipikor Jakarta, Sunarso membenarkan adanya pendaftaran pengajuan PK dari keduanya. "Betul, ada Jero Wacik dan Choel Mallarangeng yang mengajukan PK," ucap Sunarso.
Diketahui Jero wacik dihukum pidana penjara selama 4 tahun di pengadilan tingkat pertama. Karena hukuman Jero wacik lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yakni 9 tahun penjara, jaksa akhirnya mengajukan banding. Namun permohonan banding jaksa KPK ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta. Alhasil Jero Wacik tetap dihukun 4 tahun dan jaksa KPK mengajukan kasasi.
Di Mahkamah Agung (MA), kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dikabulkan akhirnya hukuman Jero Wacik malah diperberat menjadi 8 tahun penjara. Jero dinilai terbukti menggunakan dana operasional menteri untuk kepentingan pribadi dan keluarga termasuk untuk pencitraan di sebuah surat kabar mencapai Rp 3 miliar.

Sedangkan Choel Mallarangeng divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baik Choel Mallarangeng maupun KPK tidak mengajukan banding hingga putusan inkrah. Choel Mallarangeng terbukti bersalah memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pusat pendidikan pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Bogor. Di proyek ini, Choel Mallarangeng terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 465,3 miliar.
Pada hakim, Choel Mallarangeng juga mengakui menerima uang dari proyek tersebut.
Terkait banyaknya terpidana yang ramai-ramai ajukan PK, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak khawatir. Permohonan PK, ditegaskan KPK, merupakan hak terpidana.
"Kita memang lihat ada gejala cukup banyak terpidana kasus korupsi ajukan PK. Kami tidak khawatir sama sekali karena itu hak terpidana. Tinggal kami simak bagaimana proses sidang dan kita percaya hakim akan independen dan imparsial memproses hal tersebut," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Febri meyakini kasus yang diajukan terpidana korupsi sudah dibuktikan dalam persidangan. Namun dia menilai permohonan PK itu wajar diajukan terpidana korupsi. "Kita pandang sebagai satu proses biasa saja ketika orang PK memang banyak pertanyaan muncul kenapa banyak terpidana korupsi ajukan PK seolah-olah ada gejala kami hanya fokus," ujar Febri.
Namun Febri mengaku tak tahu ada-tidaknya pihak yang mengorganisasi terpidana yang mengajukan PK. Hal itu juga tidak mempengaruhi Mahkamah Agung (MA). "Saya nggak tahu tapi kalau ada atau tidak itu, tidak akan terpengaruh ya karena MA dan jajaran pengadilan di bawah sudah jauh lebih baik dalam proses sidang kasus korupsi, apalagi bukti makin kuat," jelas dia. (Tribun Network/fel/wly)