Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Refol Mengubur Mimpi S2 di Perancis, Alumnus PPG SM3T Unima Ini Memilih Mengabdi di Pedalaman Papua

Refol Malimpu SPd Gr, alumnus PPG SM3T angkatan 3 LPTK Unima mengubur dalam-dalam mimpinya untuk melanjutkan studi pascasarjananya di Perancis.

Penulis: Finneke | Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Refol dan anak didiknya di Papua 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Refol Malimpu SPd Gr, alumnus PPG SM3T angkatan 3 LPTK Unima mengubur dalam-dalam mimpinya untuk melanjutkan studi pascasarjananya di Perancis.

Ia lebih memilih mengabdikan diri sebagai guru di pedalaman Papua.

Saat ini Refol membuka Taman Bacaan Masyarakat Nogba yang merupakan bentuk semangatnya dalam mengedukasi anak-anak di pedalaman Tolikara dan masyarakat umum untuk gemar membaca.

Berikut isi surat yang ia kirim ke TribunManado.co.id melalui pesan di Facebook:

Akhirnya aku telah menjalani hari-hari yang kuimpikan di sini.

Tempat di mana aku dapat membina harapan baru.

Tempat di mana aku tak ingin menoleh ke masa lalu.

Tempat yang kupilih sendiri namun juga bukan berarti tanpa pertimbangan.

Tempat di mana aku dapat membuka cakrawalaku lebih luas lagi.

Inilah Kota Karubaga.

Jangan samakan Kota Karubaga dengan kota-kota lainnya di Indonesia.

Tak ada gemerlapan seindah kota Jakarta, tak ada kehangatan semenawan Kota Manado ataupun kemegahan seanggun bangunan-bangunan di kota-kota lain di Indonesia.

Dan bukan kekecewaan yang muncul pertama kali di dalam jiwa, aku hanya merenung dan aku juga cukup terkesiap dengan bangunan-bangunan yang ada di Kota Karubaga.

Rumah–rumah dan pasar tradisional, juga bangunan-bangunan lainnya berjajar sedikit tak rapi dengan tipikal bangunan yang hampir sama di setiap sudut kota.

Honai dibangun di mana-mana.

Tak ada gedung-gedung tinggi memenuhi pemandangan sehari-hariku.

Seorang masyarakat lokal Tolikara pernah bercerita kalau setelah perang, suku Karubaga dirusak habis-habisan oleh massa.

Tapi menurutku ada atau tidak ada perang, Karubaga memang sangat lambat dalam pembangunan.

Itu mengapa tidak ada bangunan megah yang bisa kita lihat di mana-mana seperti di Jayapura misalnya.

Kabupaten yang merupakan pemekaran dari kabupaten Jayawijaya ini mengalami pembangunan yang lamban dan masih menjaga bangunan tradisional.

Satu–satunya bangunan mewah yang ada hanya Hotel Tolikara yang terletak kurang lebih 3 kilometer dari pusat kota.

Pemandangan malam harinya bahkan lebih membuatku semakin tercengang karena tak adanya aliran listrik di kota ini.

Yang ada hanya kerlap-kerlip lampu yang bersumber dari genset atau solar cell masing-masing masyarakat yang mampu membelinya.

Dan aku merasa bahwa penggunaan kata kota untuk menggambarkan Karubaga kayaknya agak berlebihan.

Karubaga memang berbeda, tapi aku sangat senang dan menikmati setiap hal kecil yang aku lewati di sini.

Hal sepele yang menjadi hal-hal baru bagiku.

Aku bersyukur, aku punya kesempatan untuk tinggal di salah satu daerah terpencil di negeri ini.

Aku juga bisa mempunyai pemandangan baru, aku bisa keluar dari pemandangan monoton Kota Manado (kota tempatku menimbah ilmu) dan Kota Poso (kota kelahiranku), walaupun aku sering merindukannya.

Tempat tinggal yang nyaman dan tenang, hanya suara angin yang sering bertiup cukup kencang dan tanpa klakson yang membisingkan.

Dan juga tak ada pedagang keliling yang saling berebut membunyikan bel atau berteriak-teriak menjajakan dagangannya.

Namun di sini jalanan masih banyak yang berbatu-batu.

Sampah masih berserakan di mana-mana seperti kebanyakan daerah-daerah lain di Indonesia.

Dan di sini tak ada pemandangan seperti warung makan tendah di sepanjang jalan ataupun banyaknya taman kota dengan bangku-bangku kayu yang cantik.

Itu juga yang menyadarkanku tentang isi sebuah sms yang dikirimkan oleh seorang dosen di Unima yang pernah memberikan materi kepada kami sewaktu prakondisi SM3T 2013.

Isi smsnya seperti ini, "Nah kalian sudah lihat sisi jelek dari NKRI yang megah. Jadi berjuanglah untuk kemaslahatan penduduk di sana. Cintailah yang Tuhan cinta,"

Satu keputusan yang sebenarnya belum bisa aku simpulkan apakah ini baik atau buruk.

Aku akhirnya berhenti bekerja di sekolah yang bergengsi di Sulawesi Utara dan memilih untuk mengabdi di pedalaman Papua.

Selain itu, aku juga mengubur niatku untuk mengejar beasiswa S2 di Eropa yang menurutku sangat menyenangkan dan memberi peluang masa depan yang cerah.

Tapi inilah suatu pilihan yang aku sendiri masih belum tahu apakah nantinya akan membawaku ke jalan masa depan yang lebih baik atau justru merupakan jembatan yang akan menghubungkanku dengan masa depan yang suram.

Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.

Aku hanya berusaha menjalani sebaik mungkin apa yang aku pilih.

Dalam upaya Refol membangun taman baca, adapun kebutuhan taman tersebut yakni:

• Buku pelajaran SD, SMP, dan SMA

• Buku bacaan anak-anak dan umum

• Buku tulis, pulpen, buku gambar, dan pewarna

• Perlengkapan olahraga (bola sepak, bola volly, dan lainnya)

• Printer dan kertas hvs

• Pakaian bekas layak pakai untuk anak-anak dan dewasa

• Sabun mandi, sampo, sikat gigi, dan pasta gigi

Donasi bisa dikirim ke alamat :
TBM Nogba, Desa Ulinaga, Distrik Kembu, Kabupaten Tolikara, Papua 99569. Nomor kontak 0813-4433-8148 atas nama Refol.

Pengiriman buku bisa memanfaatkan pengiriman gratis melalui kantor pos di setiap tanggal 17 dengan kode: Bergerak.(Tribun Manado/Finneke Wolajan)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved