Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jalan Tol Manado - Bitung Ganggu Mata Air, Pemangku Adat Danowudu dan Pembuat Proyek Cari Solusi

Pemangku adat Kelurahan Danowudu duduk bersama pembuat proyek jalan Tol Bitung-Manado bicarakan soal masalah pembangunan jalan tol

Penulis: Alpen_Martinus | Editor: Arthur_Rompis
Tribun Manado/Alpen Martinus
Pemangku Adat Duduk Bersama Bicaraka Masalah Lahan Adat yang Masuk Jalur Tol 

TRIBUN MANADO.CO.ID,BITUNG - Pemangku adat Kelurahan Danowudu duduk bersama pembuat proyek jalan Tol Bitung-Manado bicarakan soal masalah pembangunan jalan tol yang sudah sempat merambah hutan di tanah adat Danowudu, Kecamatan Ranowulu. Mereka duduk bersama di Gedung Serba Guna Girian Weru Dua, Selasa (10/7).

Nampak hadir selain dari pemangku adat dan perusahaan, juga dari PPK pembebasan lahan tol, warga adat Danowudu, Asisten I Pemkot Bitung Oktavianus Tumundo, dan Forkopimda Bitung.

Permasalahan bermula saat pekerja menggusur lahan hutan untuk pembangunan jalan tol, ternyata yang mereka bongkar adalah tanah adat Danowudu.

Di dalam lokasi lahan tersebut ada mata air yang sudah puluhan tahun dijaga oleh nenek moyang warga Danowudu dan sekitarnya.

Sehingga warga menghawatirkan jika ada pembangunan jalan tol dan melalui jalan tersebut mata air tersebut akan rusak. Serta hutan sebagai penyimpan air akan rusak, bahkan sudah ada yang rusak kena gusur, itu yang disesali masyarakat adat juga.

Sebenarnya masyarakat adat bukan menolak pembangunan tol lantaran merupakan program pemerintah, namun mereka meminta agar tidak mengganggu atau merusak hutan dan mata air di wilayah Air Hujan tersebut.

"Pindahkan saja lokasi jalan tol atau digeser, yang penting tidak melewati atau menggangu sumber air di situ dan hutannya juga," jelas Nelce Tengker Pemangku Adat Danowudu.

Ia mengatakan, ada tiga syarat tidak bisa dibangunnya jalan tol yaitu hutan lindung, ada mata air, dan tanah adat."Semuanya ada di situ, sehingga kami menolak untuk jalan tol lewat situ," jelasnya.

Pada rapat tersebut sempat terjadi perdebatan, kemudian ditengahi oleh Kapolres Bitung AKBP Philemon Ginting yang kemudian menghasilkan beberapa saran.

"Saya menyarankan agar tanah tersebut dikembalikan menjadi status tanah adat, kemudian dijaga bersama," jelasnya. Selain itu warga ada diberikan kompensasi oleh pemerintah juga bahkan harus dinaikkan.

Pembicaraan kemudian berlanjut hingga diputuskan tim dari perusahaan yang mengerjakan jalan tol bersama warga akan meninjau kembali lokasi tersebut.

"Nanti akan dibicarakan lagi kelanjutan dari am solusinya, setelah ada peninjauan ulang lokasi," ujar Nelce.

Sementara itu, Stenly Massie PPK pembebasan lahan tol mengatakan bahwa di lokasi tanah adat tersebut memang rencananya akan dibuat jembatan tol sehingga akan ada tiang pancang di lokasi tersebut.

"Tapi masih akan ditinjau kembali lokasinya sehingga bisa terjadi perubahan," jelas dia. (Tribun Manado/Alpen Martinus)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved