Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Koteka Suku Dani Juga Berfungsi Sebagai Dompet dan Tempat Tembakau

Walau dalam teknologi suku Dani mungkin ketinggalan beribu-ribu tahun, namun dalam hal kesehatan mereka cukup maju.

Editor: Aldi Ponge
Orang Suku Dani saat bakar batu. 

Memeriksa pasien bisa dilakukan tanpa kesulitan. Lain halnya dengan minum obat. Orang • Dani tidak mempunyai gelas dan sendok. Air diminum langsung dari sumbernya, diciduk dengan tangan.

Obat dalam bentuk tablet bisa langsung ditelan bersama pisang atau ubi. Tapi bagaimana menelan satu sendok teh obat cair? Padahal obat batuk yang tersedia hanya dalam bentuk sirup.

Karena itu kaleng bekas sardin, wadah plastik bekas kosmetik bahkan tutup semprotan obat serangga dikumpulkan dan dicuci bersih untuk dipinjamkan pada pasien yang perlu minum obat berupa cairan.

Kesulitan lain ialah jadwal minum obat. Mereka biasa makan hanya dua kali sehari. Kalau ada obat yang harus diminumtiga kali sehari sulit untuk mengaturnya. Jadi untuk menghindari kesalahan minum obat, tiap hari mereka harus ke puskesmas untuk mengambil obat untuk hari itu. Biasanya mereka menaatinya.

Baca: Inilah Kisah Dokter Amalia yang Viral, Muda dan Pintar tapi Rela Berjuang di Pedalaman Papua

Walau dalam teknologi suku Dani mungkin ketinggalan beribu-ribu tahun, namun dalam hal kesehatan mereka cukup maju. Kalau sakit, mereka tidak pergi ke dukun, tetapi ke poliklinik.

Banyak poliklinik didirikan secara swadaya. Bahkan desa-desa bersaing dalam hal ini. Soalnya, adanya poliklinik akan menaikkan pamor desa. Dokter dan mantri mempunyai tempat istimewa di hati masyarakat. Banyak orang tua yang menginginkan anak mereka bisa menjadi mantri atau suster.

Setiap tahun seluruh masyarakat mengumpulkan uang untuk dana kesehatan. Waktu itu setiap keluarga menyetor Rp 1.500,00. Karena disiplin mereka tinggi, jumlah dana yang terkumpul jadi cukup banyak.

Dana kesehatan digunakan untuk membeli obat, biaya opname, termasuk mencarter pesawat, bila kebetulan ada yang harus dirawat di Rumah Sakit Wamena.

Bila ada kecelakaan atau keadaan gawat darurat lainnya, petugas radio segera menghubungi  MAF. Dalam waktu kurang dari setengah jam, pesawat MAF sudah tiba. Pasien segara diangkut ke Wamena.

Desa yang tidak ada lapangan terbangnya dijangkau dengan helikopter yang langsung mendarat di halaman Rumah Sakit Wamena.

Honai untuk "rumah rawat inap"

Air sungai di Tiom umumnya jernih. Buang air besar maupun kecil di sungai dianggap tabu. Mengotori sungai adalah dosa. Buang hajat dilakukan di jamban, karena semua keluarga mempunyai jamban.

Kesadaran imunisasi juga tinggi. Sayang, persediaan vaksin tidak selalu ada, karena sulitnya transportasi. Setiap bulan dilakukan penimbangan balita di puskesmas dan pos penimbangan lain.

Bila ada ibu yang malas menimbang anaknya, dokter tinggal mengirimkan laporan ke gereja setempat. Hari Minggu selesai ibadah, pendeta akan mengumumkan nama para orang tua yang malas menimbang anaknya. Biasanya bulan berikutnya anak itu pasti ditimbang.

Orang Dani tinggal di rumah yang disebut honai, berupa bangunan bulat beratap kerucut. Bagian dalamnya terdiri atas dua tingkat: Bagian atas untuk tidur, bagian bawah untuk kegiatan keluarga seperti makan, mengobrol dsb.

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved