Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah Heldy, Gadis yang Disebut Sebagai Cinta Terakhir Soekarno

Ketika mengandung Heldy, Hj. Hamiah sempat melihat bulan purnama bulat utuh.

Editor: Aldi Ponge
Heldy. 

“Heldy,” jawabnya pelahan.

“Sekolahmu?”

“Kelas dua SKKA.”

“Berapa umurmu?”

“Delapan belas tahun.”

“Hm … cukup.”

“Boleh aku datang ke rumahmu?”

Heldy dihadapkan pada kenyataan seperti sering dicandakan para sepupu.

Kalau Presiden naksir, banyak gadis yang mau. Heldy tersudut pada keadaan tak bisa menolak, ia pun mengalami bukti nyata sesuatu yang dia anggap mustahil: presiden naksir anggota barisan Bhinneka Tunggal Ika.

Bung Karno jatuh cinta lagi 

Sejak acara menari lenso, keadaan langsung berubah bagi Heldy. Ia sering diamati, juga ada anggota Cakrabirawa, pasukan pengamanan Presiden, yang selalu menjaganya.

Akibatnya, mahasiswa yang naksir Heldy mundur teratur.

Tanggal 12 Mei 1965, Bung Karno berkunjung ke rumah Erham tempat Heldy tinggal.

Sebelumnya sejumlah “orang Istana” datang. Mereka antara lain meminta agar ketika Presiden datang, lampu teras dimatikan.

Presiden datang dengan penampilan yang sangat berbeda. Tanpa peci, celana panjang hitam, kemeja putih lengan pendek yang kancing atasnya terbuka, bahkan mengenakan sandal.

Presiden Republik Indonesia datang ke rumah Erham untuk mengunjungi adik bungsunya. Ini nyata.

Apalagi saat itu H. Djafar juga ada di Jakarta. Maka ayah Heldy yang berusia 65 tahun dan Bung Karno yang berusia 64 tahun pun bertemu.

Setelah saling mengucapkan salam, H. Djafar pun masuk. Heldy menghidangkan teh yang dibuatnya sendiri di dalam cangkir terbaik yang ada di rumah itu. 

Bung Karno menyatakan ketertarikannya kepada Heldy, namun Heldy merasa masih terlalu muda.

Heldy meminta agar Bung Karno memilih perempuan lain saja. Tapi Bung Karno tidak marah. Ia tersenyum saja dan memberikan sebuah bungkusan kecil. Isinya jam tangan Rolex.

Kemudian Bung Karno mengajak pergi mencari makan malam. Heldy mendampinginya di jok belakang VW Kodok yang dikemudian Darsono dan didampingi ajudan Kolonel Parto.

Dalam perjalanan itulah Bung Karno berbicara lagi tentang ketertarikannya kepada Heldy.

“Dik, kau tahu. Kau tidak pernah mencari aku, aku juga tidak mencari engkau. Tapi Allah sudah mempertemukan kita.”

Bung Karno selalu memanggil Heldy dengan sebutan Dik, dan belakangan ia juga menolak Heldy memanggil Pak. Ia ingin Heldy memanggilnya Mas.

Setelah kunjungan pertama, kunjungan berikutnya makin sering. Bung Karno sering tiduran di sofa menunggu Heldy, kadang mengajak Johan beradu panco.

Bung Karno selalu memberi uang yang jumlahnya tidak sedikit.

Saat Hj. Hamiah ke Jakarta Bung Karno juga memberi uang. Belakangan Heldy diberi mobil Holden Premier warna biru telur asin. Heldy jadi sering ke Istana .

Orang makin tahu bahwa Heldy adalah kekasih Bung Karno. Keadaan ini membuat dirinya repot.

Ke sekolah selalu dalam pengawalan, pun dengan penampilan dan wangi parfum yang beda dengan teman-teman nya.

Akhirnya Heldy memutuskan untuk bersekolah di rumah. Ia memanggil guru, juga menambahi pelajaran bahasa Belanda dan bahasa Inggris.

Resmi menikah

Suhu politik memanas di akhir September 1965. Bung Karno disibukkan oleh urusan politik sehingga Heldy jarang ke Istana.

Bung Karno juga jarang ke Jln. Cibatu. Pada 1 Oktober datang ajudan membawa kabar bahwa Presiden baik-baik saja. Beberapa hari kemudian datang lagi ajudan 
untuk menjemput Heldy.

Tetap dengan kain dan kebaya, ia naik jip menuju Istana. Di sepanjang jalan banyak tentara bersiaga. Suasana tegang.

Sesampai di Istana, Heldy tak mendapati sambutan Bung Karno seperti biasanya. Bung Karno sedang tiduran di kamar. Raut wajahnya terlihat letih.

“Mas agak capek,” kata Bung Karno.

Ia mencium pipi Heldy, Heldy pun menyambut kecupan itu dengan penuh rindu.

Bung Karno banyak bercerita, sementara Heldy tak berani bertanya tentang peristiwa G30S yang didengarnya di radio .

Bulan Mei 1966, sudah hampir setahun Heldy menjadi kekasih Bung Karno. Itu waktu yang cukup bagi Bung Karno untuk meminta kesediaan Heldy menjadi istrinya.

“Yang aku cari bukan wanita yang cantik luarnya saja. Tapi juga dalamnya, dan itu ada dalam dirimu. Kau sungguh menarik bagiku, dan kau juga bisa beribadah dan mengerti baca Al Quran, ini yang aku cari sesungguhnya.” 

“Saya tidak bisa menolak lamaran Bapak, hubungan kita sudah telanjur dekat. Saya mau menikah dengan Bapak,” jawab Heldy sambil menatap Bung Karno.

Tanggal pernikahan pun dipilih, 11 Juni 1966 alias lima hari setelah Bung Karno berulangtahun ke-65. (Intisari/SL)

Heldy, Cinta Terakhir Bung Karno, Ully Hermono dan Peter Kasenda, Penerbit Buku Kompas, 2011

Artikel ini sudah ditayangkan Intisari dengan judul: Kisah Heldy, Gadis Asal Kalimantan yang Disebut Sebagai Cinta Terakhir Soekarno

Sumber: Grid.ID
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved