Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

WOW! Sempat Dijadikan Pemuas Nafsu ISIS, Para Wanita Ini Pilih Jadi Tentara untuk Balas Dendam

Tapi keinginan suku Kurdi untuk memiliki negara merdeka itu selalu ditentang oleh Irak dan Turki karena wilayah suku Kurdi

Editor:
net
Tentara wanita kurdi 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ribuan petempur wanita Kurdi dengan wajah lelah tapi tetap mencerminkan kecantikan ala wanita Timur Tengah berkumpul di pusat kota Ragga, Suriah demi merayakan kemenangan perang melawan militan ISIS.

Sebagai pasukan wanita yang menjadi motor pasukan Kurdi (Phesmerga) dalam berbagai front pertempuran melawan ISIS, tujuan utama para wanita Kurdi dalam pertempuran adalah untuk membela warga Kurdi dan martabat mereka sendiri sebagai seorang wanita.

‘’Tujuan kami terjun ke medan perang memang ada dua; politik  dan membela martabat kami sebagai perempuan.

Kami menginginkan wilayah sendiri yang otonom dan sebagai wanita Kurdi yang selama ini menjadi korban peperangan, kami tidak mau tinggal diam.

Kami harus berani melakukan perlawanan," papar salah satu petempur wanita Kurdi, Avril Difram (20), seperti dikutip dari CNN.com (22/10).

Avril bersama ribuan  pejuang wanita Kurdi lainya telah bergabung dengan Phesmerga sejak usia remaja dan sudah terlibat dalam  berbagai pertempuran sengit.

Ratusan petempur wanita Kurdi telah gugur dalam peperangan melawan militan ISIS, tapi gugurnya para wanita Kurdi dalam peperangan itu justru menjadi penyemangat bagi para rekan lainnya.

Pada awalnya ketika pasukan ISIS masih berjaya banyak wanita Kurdi ditangkap dan dijadikan budak seks tapi bangkitnya perlawanan dari petempur wanita Kurdi justru membuat pasukan ISIS kebingungan ketika harus berperang melawan kombatan wanita.

Hingga saat ini kekuatan petempur wanita Kurdi yang berjumlah sekitar 10.000 orang telah menjadi pasukan tempur yang terlatih bagi suku Kurdi yang sedang memperjuangkan sebuah negara merdeka.

Tapi keinginan suku Kurdi untuk memiliki negara merdeka itu selalu ditentang oleh Irak dan Turki karena wilayah suku Kurdi berada di antara perbatasan Irak-Turki.

Kehadiran ISIS sebenarnya memberikan keuntungan bagi suku Kurdi karena pasukan Kurdi malah bisa bersatu dengan pasukan Irak untuk sama-sama menggempur ISIS.

Pasukan Kurdi yang kondisinya makin mapan juga terus mendapat bantuan senjata dari AS sehingga bisa memiliki kendaraan tempur lapis baja.

Hingga saat ini pasukan Kurdi termasuk ribuan pasukan wanita Kurdi masih bertempur bersama pasukan AS dan pasukan pemberontakan Suriah untuk membersihkan sisa militan ISIS di Ragga mengingat pemimin tertinggi ISIS, Al-Baghdadi, yang diyakini masih hidup belum berhasil ditangkap.

Namun jika militan  ISIS di Suriah sudah berhasil dibereskan, tampaknya pasukan AS akan mengajak pasukan Kurdi untuk tetap bertempur melawan pasukan pemerintah Suriah yang masih setia kepada Presiden  Bashar al Assad yang  mendapat dukungan militer  dari Rusia serta Iran.

Pasukan pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia dan Iran sebenarnya bukan musuh pasukan Kurdi karena tujuan utama pasukan Kurdi bertempur adalah untuk menghancurkan ISIS.  

Jika pasukan Kurdi sampai terseret makin jauh oleh ulah militer AS yang di medan perang selalu dipengaruhi keputusan dari para agen CIA, maka impian Kurdi untuk memiliki negara merdeka atau wilayah otonom akan menjadi buyar.

Saat ini wilayah Kurdi sebenarnya telah menjadi basis bagi agen CIA untuk beroperasi di Timur Tengah karena semua warga Kurdi sangat menyukai kehadiran militer AS.

Tapi jangan sampai karena ulah CIA, ribuan petempur wanita kurdi yang masih belia itu berguguran di medan perang Suriah karena musuh yang dihadapi jauh lebih berat dibandingkan pasukan ISIS.

MANTAN ISTRI BOS ISIS PINDAH AGAMA

 Tania Georgelas, ibu dari empat anak, tampak seperti perempuan normal lainnya di Texas, AS, tempat dia tinggal.

Namun sampai tiga tahun lalu, dia berada di medan perang Suriah, menikah dengan petinggi ISIS.

Tania Georgelas, yang berusia 33 tahun, besar di Harrow, sebuah kawasan kelas menengah di pinggiran London.

Para sahabatnya mengingatnya sebagai seorang 'remaja pada umumnya.'

Dia terkadang tampak punya pacar, dan membolos dari sekolah.

Dia juga tidak dikenal relijius, tak juga terlibat dalam politik.

Namun itu semua mulai berubah ketika dia berusia 17 tahun.

Dia beralih ke agama

Tak pernah dia menyangka bahwa pertemuannya dengan ekstremisme Muslim akan membawanya ke Suriah yang dicabik perang sebagai istri tokoh terkemuka kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS.

Dia sekarang kembali tinggal di AS, bukan lagi perempuan ekstrimis seperti beberapa tahun lalu.

"Saya ingin menjadi seseorang yang saleh"

Dia berbicara dengan wartawan BBC, Rickin Majithia tentang perjalanan hidupnya yang penuh gejolak.

.
. ()

Tania Georgelas saat masih mengenakan hijab/TANIA GEORGELAS
"Saya hanya ingin mengubah jati diri saya waktu itu," ujarnya.

"Saya tidak mau menjadi Tania dari Harrow lagi saat itu. Saya mau menjadi seorang yang saleh, seseorang yang orang tidak menjulukinya sebagai perempuan jalang."

Pada usia remaja dan awal 2000-an, Tania bergaul dengan bermacam kelompok muslim radikal di London.

Dia mengatakan bahwa agama memberinya struktur yang dia butuhkan dalam kehidupan, dan rasa memiliki.

"'Seperti sebuah keluarga atau komunitas yang merangkul saya, sepanjang saya mematuhi rasa nyaman mereka dalam keislaman."

Tania berasal dari latar belakang Inggris-Banglades.

Jendela-jendela yang dipecahkan
Dalam sebuah wawancara kepada majalah AS The Atlantic, dia berbicara tentang kesulitan tumbuh dewasa di London.

Ia menggambarkan keluarganya sebagai ''imigran generasi kedua yang menderita berbagai bentuk rasisme''.

Mereka memiliki tetangga yang buruk, dan jendela mereka sering dipecahkan.

''Saya lalu mencari cara untuk membalas, dan saya ingin memperoleh lagi martabat saya, '' kata Tania.

Para khatib sering berkisah pada Tania tentang pembantaian Srebrenica, saat lebih dari 8.000 Muslim Bosnia terbunuh pada tahun 1995

Teman-teman barunya mengubah cara dia memandang dunia.

"'Pikiran kami hanya dipenuhi dengan gambar-gambar yang menyeramkan itu. Mereka memberi contoh tentang apa yang terjadi di Srebrenica dan Bosnia. Mereka membuat kami menderita rasa bersalah bersama ini. Karena kami adalah umat, dan adalah tugas kami untuk melakukan sesuatu. ''

Sesuatu yang dimaksud, Tania tahu, adalah jihad.

''Saya memandang takjub kepada al Qaeda, Taliban, siapa pun yang tampak melindungi umat Islam, melindungi kehormatan kaum Muslimin. ''

Kehilangan seorang teman
Ketika pelaku bom bunuh diri menyerang sistem transportasi London pada tanggal 7 Juli 2005, satu dari 52 orang yang terbunuh adalah Shahara Islam, teman sekelas Tania di sebuah kursus tentang hukum.

Dia mengatakan bahwa hal itu membuat dia depresi. Tapi meski kehilangan sahabat, Tania memberi pembenaran pada serangan tersebut pada saat itu.

''Jika seorang Muslim yang tidak terkait meninggal dunia, maka seorang non-Muslim yang tidak tidak terkait meninggal dunia juga. Begitulah cara kami membenarkan serangan itu. Ini salah, tapi begitulah cara berpikir saya pada saat itu. ''

.
. ()

Serangan teroris di London 7 Juli 2005/AFP
Pada saat serangan London terjadi, Tania sudah menikah dengan John Georgelas, warga Amerika yang pindah ke agama Islam. Mereka saling kenal secara online.

"Dia sangat cerdas. Dia menawan," ujarnya.

"Dia adalah cinta pertama saya. Kami adalah sahabat baik."

Kehidupan pernikahan mereka mewujud lantaran mereka sama-sama menganut nilai-nilai ekstremis.

Memiliki keraguan
Dia berpikir bahwa sumbangannya nanti terhadap perjuangan suci adalah ''melahirkan anak laki-laki yang akan tumbuh sebagai tentara mujahidin, atau ilmuwan dan akademisi ''.

Mereka pindah ke Amerika Serikat dan punya anak. Setelah gejolak Musim Semi Arab di tahun 2011, keluarga itu pindah ke Mesir.

John menganggap Mesir adalah tempat yang ideal untuk membesarkan anak laki-laki mereka sebagai pejihad, tapi Tania mulai ragu.

 

John Georgelas duduk di samping deretan senjata. Mantan suami Tani, lahir di Texas dan anak dari pensiunan dokter militer AS/TANIA GEORGELAS
"Suatu hari, entah mengapa, salah satu anak laki-laki saya pulang membawa sebuah granat yang ditunjukkan kepada saya. Saya rasa bukan granat aktif, tapi saya naik pitam dan mengambil pisau dapur, menghunusnya ke arah ke arah John. Saya mengatakan kira-kira, 'Jangan pernah lakukan ini lagi. Saya tidak ingin anak-anak saya dekat dengan hal-hal ini, saya tidak mau mereka dekat dengan senjata.'

Pada tahun 2013, John memutuskan untuk memindahkan keluarga tersebut ke Suriah.

"Bangunan tempat saya tinggal adalah rumah yang ditinggalkan mantan militer. Jendela-jendela telah hancur, dan setiap malam saya terbiasa mendengar tembakan. ''

Setelah tiga minggu di Suriah, Tania memohon agar John membiarkannya pergi.

Melarikan diri dari Suriah
"Berat sekali. Perkawinan saya hancur. Saya tidak tahu harus berbuat apa. ''

 

John setuju dan membantu dia dan anak-anaknya kabur.

"Banyak peluru. Sepertinya para penembak jitu di menara itu menembaki, dan kita bisa melihat peluru melayang kemana-mana, dan saya ingat pernah menyelusupkan anak-anak saya melalui kawat berduri ke kamp pengungsi. Sangat menakutkan."

John tinggal di Suriah dan kemudian bergabung dengan apa yang disebut ISIS. Kelompok ini menguasai sebagian wilayah Suriah dan Irak, dan membunuh ribuan orang. Pada 2017, ISIS kehilangan sebagian besar wilayahnya, namun masih terlibat dalam berbagai serangan teror.

Setahun setelah terakhir kali mendengar kabar dari John, Tania tidak tahu apakah dia masih hidup.

Keluar dari Islam
"Hal terakhir yang dia katakan kepada saya - pesan terakhir - adalah dia meminta maaf atas kesalahan yang telah dia lakukan terhadap saya dan anak-anak. Bahwa dia berdoa agar kami menjadi Muslim, dan jika saya tidak mendengar kabar darinya dalam enam bulan, kemungkinan besar karena dia sudah mati, karena dia harus bertempur, dan pertempuran semakin dekat ke tempat dia tinggal. ''

Sekarang Tania tinggal di Texas dan telah meninggalkan Islam.

 

"Perubahan yang menyenangkan dan ini memberi saya kesempatan untuk membaca saja hal-hal lain, dan bukan hanya fokus pada satu topik di satu bidang, Islam belaka. Saya harus mengenali semua agama yang berbeda. Saya memiliki kebebasan untuk berpikir - itulah yang diberikan Amerika kepada saya - tanpa rasa takut."

Tania telah menceraikan John. Dia bertemu tunangan barunya, Craig, di tahun 2015.

 

Kesempatan kedua di AS
"Saya menyesali pilihan yang telah saya buat, terutama menyangkut anak-anak saya. Andai saja waktu itu saya memiliki rencana yang lebih baik untuk mereka. Saya harap saya sudah memberi mereka gaya hidup yang stabil."

Sekarang, anak-anak Tania tampak sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan Amerika, namun Tania kehilangan hak asuhnya saat kembali ke AS. Mereka kini dirawat oleh orangtua John.

Tania mengatakan bahwa dia bertekad memperbaiki kesalahannya.

Tania berkata bahwa dia sudah belajar dari kesalahannya

"Saya ingin mendapat karir yang membuat saya bisa membantu merehabilitasi kaum ekstrimis, kaum radikal - memberi mereka perasaan sebagai bagian dari masyarakat dan memberi mereka keterampilan dan pendidikan, sehingga bisa diintegrasikan ke dalam masyarakat dan menjadi warga negara yang baik."

Yang sekarang dilakukannya adalah mendidik dirinya sendiri melawan ekstremisme.

"Para pejihad perlu didengar. Karena jika kita tidak tahu argumen mereka dan seberapa buruk argumen mereka, kita tidak akan bisa mendiskusikan dan menolaknya. Menurut saya, pengetahuan akan membebaskan orang dari anggapan bahwa perang dan jihad dan kekerasan akan membawa pada kemajuan. Itu salah."

"Perang, jihad, tidak akan mencapai tujuan apa pun.''

Artikel ini sudah tayang di bbc indonesia berjudul: Bagaimana saya menceraikan seorang pejihad ISIS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved