Brani Sebut Terorisme Adalah Kejahatan Kemanusiaan yang Tak Bisa Disepelekan
Aksi terorisme yakni teror bom Surabaya dalam 2 hari terakhir ini, Minggu dan Senin (13-14/05/2018) pagi mengundang tanggapan dari sejumlah pihak.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Aksi terorisme yakni teror bom di depan tiga gereja di Surabaya dan di beberapa titik di Jawa Timur baik rumah rusun hingga markas kepolisian Mapolrestabes Surabaya dalam 2 hari terakhir ini, Minggu dan Senin (13-14/05/2018) pagi mengundang tanggapan dari sejumlah pihak.
Tak terkecuali, senator wakil Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) periode tahun 2014 - 2019 Benny Rhamdani (Brani).
Kepada TribunManado.co.id dia mengatakan bahwa Terorisme ini adalah kejahatan luar biasa atau ekstra ordinary crime yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Ini adalah kejahatan yang sangat luar biasa yang tidak bisa disepelekan. Terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak diperkenankan dari sudut pandang apapun ataupun karena alasan apapun," ujar Ketua Bidang Organisasi DPP Hanura, Senin (14/05/2018) tengah malam dalam aksi solidaritas Manado untuk Surabaya, Sulut untuk Jawa Timur Indonesia yang digelar di depan Polresta Manado.
Lanjut Mantan Ketua PW Gerakan Pemuda Ansor Sulut Dua Periode ini, tidak ada satu agama apapun yang menganjurkan atau menghalalkan segala bentuk kekerasan atas nama apapun.
Apalagi kekerasan yang harus melukai mencederai bahkan membunuh.
"Peristriwa Surabaya harus dijadikan alarm, peringatan, tanda awas semua pihak bahwa teroris benar-benar nyata, benar ada, dan tidak jauh dari kita. Bahkan bisa saja dia ada di tengah-tengah lingkungan kita hidup. Jadi tidak ada alasan untuk kita lengah. Termasuk di Sulut. Itu hanya tinggal menunggu momentum dan waktu kapan kejahatan itu mereka lakukan," ujar Brani.
Dengan lantang dirinya juga mengatakan jika kita tidak boleh menjadi bangsa yang selama ini cenderung diam.
Apalagi jika hanya menyerahkan penanganannya kepada negara.
Atau bahkan hanya mengecam mengutuk dan berdoa.
"Harus ada tindakan nyata yang kita ambil. Karena jika kita membiarkan maka akan lebih banyak jatuh korban. Atau tinggal menunggu NKRI ini bubar dan negara ini jatuh ke tangan mereka. Itu kalau kita hanya menjadi masyarakat permisif," ujar dia.
Untuk itu, masyarakat diminta untuk mendorong lewat tindakan nyata yang harus dilakukan yakni mendesak DPR untuk segera duduk dan membahas revis Undang-undang Terorisme.
"Sekarang jelas-jelas ada revisi Undang-undang terorisme yang tidak jalan, macet, mandek pembahasannya di DPR. Harus ada gerakan nasional memaksa DPR segera duduk dan memutuskan Revisi UU terorisme. Dan kalau perlu,terorisme yang tidak bisa ditolerir lagi maka hukuman mati dimasukkan dalam revisi itu," ujar Brani.
Menurut Brani, tahanan badan, dibentuknya BNPT tidak mematikan sel-sel terorisme di Indonesia.
"Jadi bukannya membuat insaf pelaku teroris yang ditangkap. Justru semakin menumbuhkan sel2 terorisme. Dan sudah ada bukti hari ini. Maka penting ada gerakkan nasional memaksa DPR untuk membahas Revisi UU dan memasukkan pasal hukuman mati bagi pelaku terorisme. Saya harap itu dibuat mulai dari Sulawesi Utara," ujar Brani. (Tribunmanado.co.id/Indri Panigoro)