Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

12.000 Gadis Diculik Tiap Tahun di Negara Ini Untuk Jadi Pengantin Sampai Diperkosa dan Dipermalukan

Bagi para wanita muda yang mengalaminya, itu adalah cobaan yang benar-benar menakutkan....

Editor:
Net
Ilustrasi 

Seita Lengima, salah satu penduduk tertua di Umoja mengatakan bahwa di luar komunitas tersebut, wanita dikekang dan diatur oleh pria sehingga nasib para wanita tersebut tidak bisa berubah.

Di Umoja, wanita punya kebebasan mereka.

Rebecca Lolosoli, salah satu pendiri Umoja ini pernah sampai dirawat di rumah sakit setelah dianiaya oleh sekelompok pria saat ia mengungkapkan ide untuk membuat komunitas wanita.

Para pria memukulinya untuk memberikan pelajaran karena berani bicara pada wanita lain di desanya tentang hak mereka.

Meski begitu sahabat anehdidunia.com, jangan dikira para wanita yang berlindung di Umoja hanya sekedar wanita yang mencari kebebasan.

Bukan. Di sini mereka punya cerita masa lalu menyakitkan yang sayangnya tidak didengar oleh para pria di tempat tinggal mereka dulu.

Salah satu contohnya adalah Mamusi, penyambut tamu desa Umoja.

Ia mengatakan bahwa dirinya ditukar dengan beberapa ekor sapi oleh ayahnya saat masih berusia 11 tahun untuk dijadikan istri bagi seorang pria berusia 57 tahun.

Salah seorang wanita lainnya, Jane yang berusia 38 tahun diperkosa oleh 3 orang pria. Saat itu ia sedang menggembala kambing dan domba milik suaminya sambil membawa kayu bakar.

Tiba-tiba ia diserang oleh tiga orang pria yang kemudian memperkosanya.

Karena merasa malu dan terluka, ia tidak berani berkata apa-apa.

Namun saat suaminya mengetahui apa yang terjadi, Jane justru dipukuli dengan tongkat oleh suaminya. Akhirnya ia membawa anaknya dan pergi dari desa asalnya menuju Umoja.

Kabar tentang desa ini lama kelamaan semakin menyebar.

Seita mengingat bagaimana ia mendengar kabar tentang Umoja dari gosip yang beredar di desanya. Ketika ia tiba di Umoja, ternyata situasi lebih baik dari yang diharapkannya.

Ia diberi seekor kambing, diberi air, dan mulai merasa aman di sana.

Saat ini, ada 47 wanita dan 200 anak-anak yang tinggal di Umoja.

Para wanita mendapatkan penghasilan dengan menyediakan kemah bagi turis serta menjual perhiasan tradisional. Desa tersebut juga memasang tarif yang kecil untuk turis yang ingin mengunjungi desa mereka.

Dengan penghasilan tersebut, para wanita di Umoja mampu bertahan untuk beutuhan sehari-hari mereka.

Tidak hanya itu saja, para wanita di sini juga belajar banyak hal yang biasanya dilarang dilakukan seperti bekerja dan menghasilkan uang sendiri.

Di Umoja, mereka bisa mendapatkan penghasilan mereka sendiri dan saat turis membeli perhiasan yang mereka buat, para wanita tersebut merasa sangat bangga.

Hingga saat ini, usaha mendapatkan keadilan terutama bagi mereka yang diperkosa oleh tentara asing tidak membuahkan hasil.

Namun bagi para wanita Umoja, hal yang terpenting bagi mereka adalah memiliki tempat aman yang bisa mereka sebut rumah.

Desa Sakakah Arab Saudi

Desa kecil di pinggir Kota Sakakah, Provinsi al-Jawf, barat daya Arab Saudi memang unik karena seluruh penduduknya perempuan. Hanya saja, jangan bayangkan di pemukiman ini perempuan bebas sesuka hati melakukan apa yang mereka mau.

Baru-baru ini, pengurus desa itu malah mengeluarkan larangan agar gadis-gadis tidak berpenampilan tomboi.

Desa ini memang kebanjiran perempuan dari kota lain di Saudi karena keunikannya yang cuma berisi kaum hawa.

Namun, penduduk asli mengaku tidak suka dengan para pendatang membawa budaya asing seperti pakaian yang memperlihatkan aurat serta musik-musik bising..

Berkebalikan dari bayangan para feminis, pemukiman itu bukan tempat wanita mencari suaka di Saudi.

Alasan penghuninya cuma kaum hawa, karena ada pemisahan tegas antara hunian laki-laki dan perempuan di wilayah al-Jawf yang sangat puritan dalam beragama.

Pengurus desa mengeluarkan ancaman bakal mengusir perempuan di desa itu yang tidak bersikap baik.

Sasaran awal mereka adalah gadis berpenampilan seperti lelaki atau tomboi, serta yang memakai pakaian seronok.

"Fenomena pendatang itu tidak mencerminkan budaya asli di desa ini. Sehingga perlu bagi kita buat membasminya," seperti tertulis di selebaran pengurus desa.

Ke depan, aturan di desa itu bakal semakin tegas. Pengunjung dari luar daerah tidak boleh membawa kamera atau telepon seluler. Bukan hanya gadis tomboi yang dianggap melawan tradisi.

Perempuan dengan dandanan 'punk' juga bakal diharamkan.

Bahkan, dewan adat lokal di Sakakah bersiap melarang kaum hawa yang nyeleneh itu memasuki sekolah umum atau universitas. (*)

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved