Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Begini Pandangan Pakar Tentang Deklarasi Panmunjom, Sebuah Langkah Awal Denuklirisasi

Mengejutkan tapi melegakan kalau tidak membahagiakan, pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un sepakat meneken Deklarasi Panmunjom.

Editor: Fernando_Lumowa
TribunStyle.com/Kolase
Moon Jae In dan Kim Jong Un 

"Kali ini, tanpa kehadiran kedua negara patron, Korea Selatan dan Korea Utara mampu mencapai kesepahaman," kata Arif.

Meskipun demikian, kata Arif, dunia tidak sepatutnya optimistik secara berlebihan. Sambutan positif telah ditunjukkan Jepang terkait denuklirisasi, namun secara umum dunia masih menunggu langkah lebih konkret , yang membutuhkan negosiasi lanjutan.

"Pada masa sebelumnya pun dunia telah paham bahwa terutama Korea Utara bisa dengan mudah mengingkari hasil kesepakatan," kata Arif.

Selain bergantung kehendak baik kedua negara, tindak lanjut denuklirisasi juga akan dipengaruhi terutama oleh kondisi ekonomi dan politik di kawasan Semenanjung Korea serta kepentingan negara-negara seperti Amerika Serikat, China, maupun Jepang.

"Yang jelas, harapan perdamaian tampak jauh lebih terbuka di tangan Moon Jae-In, yang memang merupakan korban langsung Perang Korea," kata Arif.

Perubahan Sikap Kim Jong-un

Adapun terkait perubahan sikap Kim Jong-un, menurut pakar politik internasional LIPI, Adriana, terutama akibat tekanan internasional yang besar, antara lain sanksi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) terhadap Korut, akan menyulitkan bagi Korut jika tidak segera membuka diri. Mereka akan semakin terpojok. Meskipun menurut Amerika Serikat sanksi-nya belum maksimal.

"Kita juga perhatikan tekanan internasional kepada Korut sangat serius. Embargo perdagangan terkait item nuklir. Indonesia termasuk yang mengikuti itu. Kita membatasi ekspor kita dengan Korea Utara. Menurut saya itu juga cukup membuat tekanan yang luar biasa," kata Adriana.

Sebaliknya Presiden Korsel, Moon Jae-in perlu mengembalikan kepercayaan masyarakat yang terhadap lembaga kepresidenan yang runtuh didera skandal mantan Presiden Park Geun-hye, sebelumnya.

Padahal Presiden Korsel sejak dulu, memiliki mandat untuk membuka peluang perdamaian dengan Korut, bagaimana pun caranya. Moon menggunakan momen terpilihnya dia sebagai Presiden, menggulirkan prosesnya hingga terwujud dalam KTT Inter-Korea ketiga. "Presiden Moon berusaha merealisasikan kebijakan pertamanya dengan benar, karena itu dia berusaha keras," kata Adriana.

Dia mengingatkan bahwa Korsel adalah aliansi Amerika Serikat. "Bagaimanapun dia membawa kepentingan Amerika juga, bukan Korsel sendiri. Dengan kebijakan Amerika yang tidak jelas di Asia, ada inisiatif dari Korsel untuk mewujudkan kesepakatan perdamaian," kata Adriana.

Sepinya pemberitaan di Korea Utara, yang tidak sesemarak dan terbuka seperti yang diumbar Korea Selatan menurutnya adalah karena Kim Jong-un ingin mempertahankan citra sebagai pemimpin besar di negerinya. Meski begitu, Adriana menilai rakyat Korea Utara pun ingin membuka diri. Sudah ada suara-suara aspirasi tersebut. "Berat bagi Korut. Begitu masyarakat dibyka, segala macam informasi sulit ditangkal," kata dia.

"Kabar yang saya dengar di Korea Selatan, masyarakat Korut ingin hidup seperti negara tetangganya. Bagaimanapun mereka bersaudara sejak dulu," kata dia.

Kim Jong-un, menurutnya perlu menyeimbangkan antara kepentingan domestik dengan kepentingan global. Mewarisi kekuasaan dari ayahnya, Kim Jong-il, Kim muda berpendidikan Swiss, tetapi masih dibawah kontrol Politburo. "Kalau dia keras kepala, pada akhirnya dia akan kembali terdesak," kata Adriana.

Ada beberapa poin penting yang perlu segera ditindak dalam pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in kemarin. Selain denuklirisasi, ada kepercayaan yang terbangun, juga reuni keluarga yang terpisah akibat perang. Setelah itu lalu dilanjutkan dengan kerja sama ekonomi, perdagangan.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved