Petani Sulut Masih Besar Pasak daripada Tiang, Pemprov Sulut Upayakan Genjot NTP Naik
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) masih punya pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP).
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) masih punya pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP).
Saat ini NTP Sulit masih berada diangka 94.4 persen.
Pemerintah lewat Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) menargetkan NTP harus di atas 100.
Sekadar informasi NTP di bawah 100 menggambarkan penghasilan petani masih lebih rendah dibanding konsumsi.
Edwin Silangen, Sekprov Sulut mengungkapkan, untuk meningmatlan NTO harus ada sinkronisasi program dari bawah naik ke atas.
Sebab itu Pemerintah perlu mengadakan Musyawarah perencanan Pembangunan (Muarenbang) Pertanian melakukan sinkronisasi antara program Kabupaten/Kota, Provinsi hingga ke Pusat.
"Sinkronisasi program diusulkan bawah ke atas bertemu dengan kebijakan di atas akan dibahas di musrenbang nasional," ujar Silangen usai membuka acara Musrenbang Pertanian di Hotel Aston, Rabu (26/4/2018) malam.
Program sifatnya keroyokan ini diharapkan akan meningkatkan NTP di 2019 menjadi di atas 100.
Program direkomendasikan harus mengarah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Ia mencontohkan mengarahkan pertanian konvensional dengan mekanisasi, kemudian meningkatkan produksi kecil jadi besar dengan menekan biaya.
"Jadi nanti pendapatan dan konsumsi ada saving dari pertanian," kata dia.
Perpaduan program pusat hingga ke daerah haeus sesuai dengan program nawacita pada poin peningkatan kedaulatan pangan.
Angka NTP petani mendapat sorotan dari Anggota DPRD Sulut Teddy Kumaat
Menurut Teddy, sebanyak 24,61 persen masyarakat Sulut berprofesi sebagai petani.
Menempatkan petani sebagai profesi terbanyak di Bumi Nyiur Melambai.
Meski menjadi profesi terbanyak di Sulut, ternyata belum memberikan dampak kesejahteraan yang signifikan bagi petani.
Indikasinya nilai tukar petani masih ada diangka 94.4 persen.
"Kalau 94.4 persen berarti itu tekor, capai 100 pun masih breakeven atau bedo,"ujar Ketua Fraksi PDIP Sulut , beberapa waktu lalu.
Jika angka nilai tukar petani di atas 100 saja NTP-nya maka baru petani dapat kelebihan.
Angka ini menunjukkan bahwa 24 persen masyarakat berprofesi sebagai petani masih mendapatkan penghasilan lebih sedikit dari pengeluaran, maka bisa dikatakan tekor.
"Kalau tekor ambil dari mana? Mungkin ngutang atau terlibat kriminal. Karena bagaimana caranya dapur tetap berasap, anak-anak harus sekolah," ujar Mantan Wakil Wali Kota Manado ini.
Sebab itu ia mengajak semua Pemerintah kota Kabupaten untuk memperhatikan hal ini.
Ajang pra Musrenbang menjadi momentum untuk memberikan terbaik bagi masyarakat
"Ini kewajiban moral kota semua," kata dia.
Ia mengingatkan, program di bidang pertanian belum banyak ditingkatkan, sehingga harus lebih banyak ditingkatkan agar program Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan bisa berhasil di sisa pemerintahan Olly Dondokambey-Steven Kandouw.
Varietas Sullutan
Satu di antara solusi yang diambil untuk peningkatan produksi pertanian dengan menggunakan bibit varietas yang unggul.
Distanak merekomendasikan penggunaan bibit padi varietas Sullutan Unsrat.
Varietas padi buah karya Fakultas Pertanian Unsrat ini nyatanya sudah lama digunakan di Jawa, namun di daerah sendiri justru minim pemanfaatannya.
Kepala Distanak Sulut, Novly Wowiling mengatakan, ada dua jenis varietas padi Sullutan Unsrat yakni Sullutan Unsrat 1 dan 2.
"Keunggulan padi ini lebih tahan penyakit, dan produktivitas lebih tinggi," kata Novly usai Musyawarah Perencanan Pembangunan (Musrenbang) Pertanian di Hotel Aston, Rabu (25/4/2018).
Ia mengatakan, per hektare varietas bibit Sullutan Unsrat bisa menghasilkan panen maksimal 8 ton gabah kering.
"Varietas ini merupakan hasil temuan ilmuan lokal dikembangkan dari varietas super win, sudah lama digunakan di Jawa tapi di Sulut masih jarang," kata Novly.
Distanak berupaya agar varietas ini digunakan Petani Sulut untuk meningkatkan produktifitas, untuk penyiapan bibit sudah ada tiga titik lokasi tanam, dua di Minahasa Utara dan satu titik di Minahasa Selatan.
"Kita ingin sebarkan untuk kemudian dapat digunakan Petani Sulut. Sangat aneh diciptakan ilmuan lokal di daerah lainya sudah digunakan di Sulut belum," ujar dia.
Varietas Sullutan Unsrat 1 dan 2 dikembangkan kerjasama antara Fakultas Pertanian Unsrat, Pemprov Sulut dan Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Jeany Polii Mandang didampingi Deanne Beatrix Doodoh dan Wenny Tillaar merupakan tim dari Fakultas Pertanian Unsrat.
Varietas ini berhasil dikembangkan berkat kerja sama dengan Prof Mugiono dari Badan Tenaga Nuklir Nasional
Jeany Polii Mandang mengatakan dibanding varietas lain yang hanya bisa menghasilkan 5-6 ton per hektare, Sullutan bisa mencapai 8 ton.
"Memang yang lain paling tinggi 5-6 ton per hektare itu pun benih yang murnikan," kata dia.
Sullutan merupakan jenis mutasi dari superwin.
Bekerja sama dengan Badan Nukilir memanfaatkan radiasi sinar gamma untuk merombak sifat tanaman superwin.
Dari situ akan ada perubahan baik sifat baik dan jelek.
"Kita pilih mana yang baik, misalnya sifst tanaman lebih tegak, lebih pendek, tunas lebih banya, roduksinya lebih tinggi," ujarnya.
"Dan ternyata dari 10 varietas kita mendapatkan 2 vareitas yang unggul ," kata dia.
Kendalanya varietas Sullutan Unsrat 1 dan 2 belum dikenal secara luas, "belum populer, kemudian benih juga belum diproduksi banyak," ungkapnya.
Di Pulau Jawa banyak yang gunakan, petani penangkar memperbanyak dan mendistribusikan ke petani lainnya.
Di Sulut distribusi semacam ini belum dilakukan lebih intensif.
Pemerintah diharapkan bisa lebih mempopulerkan vareitas ini untuk meningkatkan produksi pertanian. (Tribun Manado/Ryo Noor)