Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Kartini

Potret Kartini Masa Kini, Oma 76 Tahun Ini Jadi Tukang Parkir Demi Biayai Cucunya yang Kuliah

Bak Kartini, luar biasanya, wanita tua itu tidak menutupi kepalanya dengan topi hingga tampaklah rambutnya yang sudah memutih.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUN MANADO/ARTHUR ROMPIS
Dina Tamba, tukang parkir sebuah rumah makan di Jalan Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Jumat (20/4/2018) siang, udara panas membara.

Serasa ada dua matahari di atas Kota Manado, Sulawesi Utara.

Di Jalan Sam Ratulangi sekitar Gereja Imanuel Wanea Manado, terik bercampur debu jalanan.

Bersamaan itu mengudar bau busuk dari saluran air di sekitar tempat itu.

Semua itu membuat para pejalan kaki berteduh sejenak di emperan toko atau halte, menutup hidung.

Beberapa pria membuka kancing kameja atasnya karena kegerahan.

Hanya seorang wanita tua yang berani menghadapi 'neraka' di siang hari itu.

Sendirian, ia berdiri di tengah jalan, menawarkan parkir, mengatur kendaraan yang hendak parkir serta memungut biaya parkir.

Bak Kartini, luar biasanya, wanita tua itu tidak menutupi kepalanya dengan topi hingga tampaklah rambutnya yang sudah memutih.

Hanya handuk yang tergantung di bahunya, mengelap keringat yang bercucuran.

Ia memakai baju tangan panjang berwarna merah muda.

Di pinggangnya melilit tas tempat ia menaruh uang.

Sepintas wanita tua tersebut sudah sempoyongan jalannya.

Namun ia masih bisa berlari mengejar kendaraan.

Geraknya juga lincah saat mengatur kendaraan.

Sesekali ia berteduh, minum air mineral atau bercakap-cakap di warung.

Namun waktu lebih banyak dihabiskannya di jalan.

Sore, datang seorang cucunya.

Sang cucu menggantikannya.

Oma terlihat sangat senang.

Duduk di halte, ia menyanyikan sebuah lagu "Syukur padaMu ya Bapa".

Oma itu bernama Dina Tamba.

Usianya sudah 76 tahun.

Ia adalah tukang parkir sebuah rumah makan di sekitar jalan itu.

Bicaranya lancar, pendengaran masih jelas, ingatannya sangat kuat.

"Sudah 15 tahun," kata dia blak-blakan soal umurnya.

Mulanya ia dan suaminya menjalani usaha bersama-sama.

Sang suami menjajakan jualan, sedang ia menjadi tukang parkir.

"Namun kini suami saya sudah meninggal," kata dia.

Dina mengaku seharinya bisa meraup Rp 50 ribu.

Jika mujur Rp 100 ribu.

"Kalau hari ramai bisa sampe Rp 100 ribu lebih," kata dia.

Dunia perparkiran adalah dunia yang keras.

Berlaku hukum siapa yang kuat dia yang menang.

Sejumlah kesulitan pernah dialaminya.

"Banyak yang pura-pura lupa membayar, ada yang sengaja, saat saya sibuk melayani sebuah mobil, eh ia lari," kata dia.

Oma juga pernah alami 'anfal' (pingsan) saat menjalani tugasnya.

"Waktu itu kepala saya pusing berkunang-kunang, pingsan, begitu sadar sudah dalam ambulans," kata dia.

Sempat dirawat di rumah sakit, Oma Dina balik ke rumah, istirahat beberapa hari, lalu kembali lagi bekerja.

Kali ini dengan obat-obatan.

"Mulai kejadian itu saya selalu bawa obat, jika saya lelah istirahat dulu, kemudian ada cucu yang sering menggantikan," beber dia.

Pengalaman menyenangkan berupa perhatian sesama manusia pernah pula ia alami.

Ceritanya, banyak orang yang memberinya uang lebih.

"Banyak yang sangat ramah, tidak memandang kami yang hanya kerja seperti ini kaum hina, beberapa di antara mereka adalah orang terpandang, sungguh mulia," kata dia.

Sejatinya Oma punya rumah.

Ia tinggal bersama seorang anaknya.

Dia punya empat orang anak, beberapa cucu dan cece.

Lantas kenapa masih bekerja di usia uzur?

Oma menjawabnya dengan mata berkaca-kaca.

"Ini untuk cucu saya, dia sekarang sedang kuliah, saya bantu ia kuliah," kata dia.

Ia mengaku selalu memperhatikan cucunya.

Selain uang, ia memberi nasihat.

"Saya katakan kuliah sampai lulus, buat orangtuamu bangga, jangan terjebak jerat cinta," kata dia.

Ia pun membagi pengalamannya pada sang cucu.

"Saya katakan padanya agar selalu bantu orang lain, jangan pelit, kalau ada selalu beri pada orang lain, pahalanya besar," kata dia.

Oma juga rajin memberi perpuluhan di gereja.

Ia kerap membantu pencarian dana di gereja.

Alasan lain, Oma masih bekerja di usia tua ternyata sangat romantis.

"Kalau di rumah saya bisa stress pikir suami saya, tapi kalau kerja terasa ia masih ada, terbayang masa-masa kami membangun rumah tangga dari nol, penuh perjuangan, kesulitan dan cinta," kata dia.

Kapan ia akan berhenti? Oma sendiri tidak tahu. (Tribunmanado.co.id/Arthur Rompis)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved