Sinyal Koalisi Jokowi: Hadapi Prabowo atau Gatot? Begini Hitungannya
Pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan Prabowo
TRIBUNMANADO.VO.ID - Pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan Prabowo Subianto mendapat perhatian publik.
Sebenarnya, pertemuan tersebut biasa saja karena keduanya sama-sama besar di korps Komando Pasukan Khusus (Kapassus).
Namun, pertemuan tersebut dinilai bukan pertemuan biasa karena dikaitkan dengan Pemilu Presiden.
Luhut sendiri yang masuk dalam lingkaran koalisi Jokowi diprediksi membawa misi khusus dalam pertemuan tersebut.
Apakah memujuk Prabowo untuk tetap maju sebagai Capres? Bisa jadi seperti itu karena setelah pertemuan Luhut mengaku Prabowo tengah mempersiapkan diri untuk maju.
Datangnya Luhut menemui Prabowo memang menimbulkan banyak persepsi.
Salah satunya adalah kemungkinan adanya kekhawatiran di kubu koalisi Jokowi jika Prabowo tidak maju dan mengalah untuk Gatot Nurmantyo.
JANGAN LEWATKAN: Gatot Nurmantyo Cawapres Paling Disukai Dampingi Jokowi di Pilpres 2019
Koalisi Jokowi mungkin sudah berhitung dan menilai akan lebih mudah jika melawan Prabowo dibandingkan melawan Gatot yang elektabilitasnya terus naik.
Dalam politik, pasti ada bargaining-bargaining tertentu hingga bisa menyakinkan Prabowo untuk tetap maju.
Disisi lain, kubu Prabowo juga sudah memiliki hitungan sendiri antara tetap maju atau "mengalah" dan memberikan kesempatan pada Gatot.

Bimbangnya Prabowo disampaikan Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes. Dikutip Kompas.com (6/4/2018) Arya menilai saat ini Prabowo tengah berada dalam dilema.
Antara kembali maju sesuai keinginan para kader atau mengusung calon lain untuk menghadapi Presiden Jokowi.
Prabowo dilematis karena sejumlah lembaga survei menyatakan tingkat elektabilitas Prabowo saat ini masih belum melampaui Presiden Jokowi.
Arya berpendapat, sangat sulit bagi Prabowo maju sebagai capres jika menjelang Agustus atau pendaftaran calon, elektabilitasnya belum bisa menembus persentase di atas 30%.
"Sekarang ini Prabowo ada dilema yang besar, apakah maju atau tidak. Tapi, mengusung calon lain selain Prabowo juga dapat berdampak pada elektabilitas Partai Gerindra pada pemilu legislatif karena digelar serentak dengan pemilu presiden,' paparnya.
Masih menurut Kompas.com, Prabowo belum akan mendeklarasikan diri maju pada Pilpres 2019 pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Gerindra, 11 April 2018 nanti.
Hal itu ia ungkapkan dalam menjawab pernyataan sejumlah petinggi Partai Gerindra belakangan yang menyebut deklarasi pencapresan Prabowo akan dilakukan saat Rakornas.
Prabowo pun belum bisa memastikan, apakah dirinya akan maju sebagai calon presiden seperti yang selama ini diinginkan seluruh kader Partai Gerindra.
Begitu juga dengan kepastian waktu deklarasi pencapresan.

Prabowo mengatakan, saat ini dirinya belum mendapat tiket untuk maju sebagai capres.
Menurutnya, Partai Gerindra masih membutuhkan satu partai untuk berkoalisi dan mengusung Prabowo sebagai capres. Meski hampir dapat dipastikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan berkoalisi dengan Partai Gerindra, koalisi tersebut belum terbentuk.
"Lho, deklarasi itu kalau sudah ada tiket, kan, belum ada tiket dan juga belum tentu, situasi masih bisa berkembang.
Ya, kami berpikir positif, sabar-sabarlah. Kami cari yang terbaik," kata Prabowo.
Presiden Jokowi Tanggapi Santai Viral #2019GantiPresiden
Tagar '2019 Ganti Presiden' beberapa waktu lalu ramai menjadi perbincangan di media sosial.
Tagar itu viral usai Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera menggaungkan tanda pagar itu lewat akun Twitter pribadinya.
Dia menyebut gerakan ini sah, legal, dan konstitusional dalam rangka mewujudkan amanat UUD 1945 Pasal 22 E yang menyebut pemilihan presiden dan wakil presiden diselenggarakan lima tahun sekali.
Meski Mardani mengakui slogan itu terkesan kejam, namun ia menilai hal itu diperlukan untuk mendidik masyarakat dalam berpolitik.
Usai viral, banyak kaus dengan tulisan '#2019GantiPresiden' pun banyak dijual.
Keberadaan kaus itupun tak kalah viral.
Menanggapi viralnya tagar tersebut, Presiden Joko Widodo tampaknya tak mau ambil pusing.
Dalam acara Konvensi Nasional Galang Kemajuan Tahun 2018 di Ballroom Puri Begawan, Bogor, Sabtu (7/4/2018), Presiden Jokowi sempat berkomentar singkat mengenai hal itu.
Dengan nada bercanda, Jokowi mengatakan
"Masa dengan kaos bisa ganti presiden," kata Jokowi diikuti tawa dari peserta acara.
Jokowi melanjutkan, kaos dengan hastag itu tidak bisa mendorong pergantian Presiden.
Menurutnya hanya ada dua yang bisa mendorong pergantian Presiden, yakni kehendak rakyat dan Tuhan.
"Yang bisa ganti Presiden itu rakyat. Kalau rakyat berkehendak ya bisa, kalau rakyat nggak mau ya nggak bisa. Yang kedua, ada kehendak dari Allah SWT," ucapnya.
Video pernyataan Jokowi itu dengan cepat beredar di media sosial. *