Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Suami Kabur Melihat Istri Lahirkan Anak Cacat, Berakhir Sebaliknya

Namun, nasib berbeda yang dialami seorang wanita yang tak disebutkan namanya, ia melahirkan seorang anak yang bertubuh kerdil.

Editor:
istimewa/kolase Sripoku.com

TRIBUNMANADO.CO.ID - Orangtua mana yang menginginkan anaknya terlahir cacat?

Setiap orangtua selalu berharap agar buah hatinya terlahir normal, memiliki anggota tubuh yang sehat serta bertumbuh kembang sesuai dengan usinya.

Namun, nasib berbeda yang dialami seorang wanita yang tak disebutkan namanya, ia melahirkan seorang anak yang bertubuh kerdil.

Tak hanya itu, sang suami bukannya menerima dengan lapang dada justru selalu menyalahkan dirinya sehingga 'neraka' baginya pun dimulai.

Parahnya suami pergi meninggalkan dirinya dan anaknya.

Lantas seperti apa kisah wanita ini membesarkan sang anak seorang diri hingga sukses?

Dilansir Sripoku.com dari laman Cerpen.co.id, berikut cerita selengkapnya!

Aku tidak menyangka kalau kehidupan pernikahanku akan seperti ini. Selama hidupku ini, aku tidak pernah merasakan sakit yang lebih perih daripada sakit yang disebabkan oleh suamiku sendiri.

Sebelum anakku berumur 4 atau 5 tahun, kehidupanku baik-baik saja. Tapi setelahnya semua berbalik 180 derajat.

Setelah menikah aku melahirkan seorang anak laki-laki. Dia tumbuh dengan normal hingga pada akhirnya aku menyadari kalau anakku cacat, orang-orang biasanya menyebutnya dengan kata "kerdil".

Tinggi badan anakku berhenti di 118 cm.

kerdil
kerdil (istimewa/kolase Sripoku.com)

Hatiku rasanya teriris-iris ditambah lagi dengan sikap suamiku yang ingin membuang anak ini dan "membuat" anak yang baru.

Wanita mana yang hatinya tidak hancur mendengar ucapan seperti ini?

Tapi suamiku berpikir lagi kalau melahirkan anak lagi ada kemungkinan akan cacat lagi. Menurutnya tidak ada sejarah keturunan cacat dari keluarganya, jadi dia menyalahkan ini semua padaku.

Dia merasa aku membawa gen yang buruk sehingga dia mengusir aku dan anakku keluar dari rumah.

Perkataan suamiku kalau aku penyebab kecacatan anak ini terngiang-ngiang di kepalaku sehingga aku tidak berani untuk menikah lagi.

Aku membawa anakku ke pinggir kota dan mencari rumah sewaan. Untungnya ada seorang bibi yang bersimpati dan menyewakan sebuah kamar dengan harga yang cukup murah.

Bibi itu menyuruhku untuk berjualan sayur di pinggir jalan. Aku berusaha segiat mungkin untuk membiayai keperluan sehari-hari dan keperluan sekolah anakku.

Meskipun anakku cacat, tapi dia sangat pintar di sekolahnya. Dia selalu mendapat nilai yang bagus dan tidak pernah berbuat onar.

Tapi sayangnya teman-teman sekolahnya tidak bisa menerima kondisi anakku. Mereka selalu mengejek anakku.

Meskipun bibi penyewa rumah suka memberikan hadiah untuk anakku, tapi tetap saja jauh di dalam hati anakku sangat sedih.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengeluarkan anakku dari sekolah itu dan membelikannya berbagai macam buku agar dia tetap bisa belajar.

Tahun demi tahun berlalu dan kini anakku sudah berumur 19 tahun. Aku sungguh tidak menyangka anakku dengan kondisinya yang seperti itu malah bekerja di dunia entertaimen.

Sebuah kantor agensi artis mengontrak anakku dan membuat video komedi dan ternyata antusias masyarakat juga sangat bagus.



Setiap bulan anakku berpenghasilan sekitar 15 juta, kalau lagi banyak syuting bisa sampai 50 juta per bulannya.

Aku sangat bersyukur anakku memiliki pekerjaan yang layak dan berguna bagi banyak orang. Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau anakku bisa jadi artis komedi.

2 tahun kemudian, karir anakku semakin cemerlang dan penghasilannya pun semakin meningkat.

Suatu hari, dia membawa dan memperkenalkan seorang gadis kepadaku.

Aku merasa gadis ini memiliki hati yang baik. Aku tidak melarang hubungan mereka, asalkan anakku senang aku juga ikut senang.

Pacar anakku tingginya 152 cm. Aku cemas kalau mereka menikah nanti, anak mereka akan memiliki kondisi yang sama.

Anakku menjelaskan padaku kalau mereka telah melakukan pengetesan di rumah sakit.

Ternyata kondisi cacat pada anakku bukan karena faktor keturunan, itu terjadi karena hormon pada anakku yang bermasalah. Sehingga jika mereka memiliki anak tidak akan cacat seperti mereka.

Setelah mendengar penjelasan ini, hatiku sungguh sangat tenang dan aku pun memberikan restuku untuk mereka.

Meskipun secara fisik anakku memiliki kekurangan, tapi dia tidak patah semangat dan tetap menjalani hidupnya dengan normal. Dia bisa bekerja dan menikah dengan gadis yang baik.

Sebagai seorang ibu, ini rasanya sudah cukup untuk bisa bahagia.

Nah, terkait fiktif atau faktanya kisah di atas, yang pasti kita bisa mengambil hikmah yang terselip di dalamnya.

Bahwa setiap ciptaan Tuhan tak ada yang sia-sia, di balik kekurangannya pasti ada keistimewaan yang tersendiri.

(sripoku.com/pairat)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved