Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

GEMPAR! Ular Putih Raksasa Ditemukan Dalam Goa, Sebelum Masuk Harus Melakukan Ritual ini

Salah satu dari 10 warga itu, yakni Doroteus Manto, mengatakan, mereka menemukan ular putih raksasa itu saat menghantar wisatawan asal Jerman

Editor:
Pos Kupang
Mulut goa istana ular 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ular berwarna putih sepanjang 23 meter dengan ukuran seperti tubuh manusia dewasa, ditemukan oleh 10 orang warga Desa Galang, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).

Salah satu dari 10 warga itu, yakni Doroteus Manto, mengatakan, mereka menemukan ular putih sebesar tubuh manusia itu saat menghantar wisatawan asal Jerman masuk ke dalam gua.

"Beberapa waktu lalu ada delapan orang bule dari Jerman yang berkunjung ke Istana Ular. Mereka meminta kami untuk menghantar mereka masuk ke dalam gua. Kami sepuluh orang menemani mereka masuk. Pada kedalaman sekitar dua ratus meter kami menemukan ular besar, ukurannya seperti tubuh manusia, berwarna putih," tutur Doroteus, saat ditemui Pos-Kupang.Com, Minggu (18/3/2018).

Saat ditemukan, Doroteus, ular itu tidak bergerak dan matanya sedang terbuka serta terkesan jinak.

"Waktu kami temukan ular itu, bule langsung mengambil alat ukur untuk mengukur panjang ular tersebut. Saat diukur ular itu tidak bergerak. Setelah diukur, baru diketahui persis panjangnya 23 meter," kata Doroteus.

Dijelaskannya, di kedalaman dua ratus sampai lima ratus meter di dalam gua, ada beberapa warna ular yang ditemukan.

"Saat masuk ke dalam gua, kami dibagikan tabung oksigen lengkap dengan alatnya oleh bule sehingga kami masih bisa bernapas lancar walaupun di kedalaman lima ratus meter. Pada kedalaman dua ratus sampai lima ratus meter, ada banyak ular yang berwarna merah, kuning, hitam dan hanya satu ekor yang putih," tutur Doroteus. 

Kepala Desa Galang, Ari Samsung, yang memimpin warganya bersama Pos-Kupang.Com ke Gua Istana Ular, Minggu (18/3/2018), menuturkan, ular tidak berkeliaran bebas kalau pengunjungnya datang beramai-ramai.

"Biasanya di mulut gua kita bisa temukan dengan mudah banyak ular. Tetapi itu kalau kita datang tidak banyak orang. Kalau banyak orang seperti saat ini, ularnya menghindar," kata Ari.

Dia membenarkan adanya ular besar berwarna putih mendiami gua itu.

"Saya peribadi memang belum pernah melihat langsung ular putih tetapi warga saya cukup banyak yang sudah melihat langsung ular putih itu. Sejak lama, sudah sering warga kami melihat ular besar warna putih itu," kata Ari.

Seperti biasanya, sebelum Pos-Kupang.Com dan beberapa wartawan lainnya saat itu masuk ke dalam Istana Ular, seremoni adat dilakukan di mulut gua menggunakan telur ayam. (Pos kupang/Servan Mammilianus)


 Jangan main-main dengan ular berbisa! Meski profesional dalam menjinakan atau menangkap ular, sedikit kesalahan bisa berakibat fatal.

Inilah yang dialami Abu Zarin Hussin, sosok yang terkenal karena keahliannya dalam menjinakkan dan menangkap ular meninggal di Rumah Sakit Sultan Ahmad Shah (HOSHAH) di Temerloh.

Dilansir hmetro.com.my, Abu Zarin, 33, yang ditempatkan di Stasiun Pembakaran dan Penyelamatan Temerloh di Bukit Angin, meninggal dunia pada pukul 12.54 malam.

Direktur Jenderal Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Pahang Datuk Abdul Wahab Mat Yassin membenarkan hal tersebut dan tubuhnya dibawa ke Kampung Permatang Gading, Bukit Abal, Pasir Putih, Kelantan untuk dimakamkan setelah shalat Jumat.

Abu Zarin dirawat di Unit Perawatan Intensif (ICU) HOSHAH setelah gigit ular dalam sebuah operasi di Bentong dan dia dilaporkan telah menunjukkan perkembangan positif saat mulai menyadari pada tengah hari Selasa.

Abu Zarin telah memimpin lebih dari 10 tahun sebagai insinyur kebakaran dan telah bertugas di BBP Muadzam Shah, Pekan dan sekarang di Temerloh.

Dia memimpin tim Pahang Malaysia Fire and Rescue Department (JBPM) Pahang King Cobra yang didirikan sejak akhir 2015 sebagai pelatih untuk melatih anggota tim untuk menangkap hewan berbisa serta menjadi pembicara di seminar.

Abu Zarin telah beberapa kali diserang ular termasuk ular piton, dan bahkan ia sempat koma dua hari menangkap kobra pada tahun 2015.

Panji Tangkap Buaya Berkalung Ban 

Upaya Panji si Petualang untuk menangkap buaya berkalung ban pada Minggu (21/1/2108) belum membuahkan hasil.

Buaya yang tadinya berjemur di onggokan pasir di tengah Sungai Palu tiba-tiba masuk ke sungai.

Hingga sore hari, buaya berkalung ban yang akan dievakuasi sama Panji si Petualang juga tak tampak.

Panji yang menyisir Sungai Palu dengan perahu karet dan dibantu oleh sejumlah personel dari Polisi Air dan Udara (Polairud) juga tak membuahkan hasil.

Panji Sang Petualang
Panji Sang Petualang (TribunStyle/kolase)

Akhirnya, proses pencarian terhadap buaya dihentikan sementara, karena hari telah menjelang malam.

Upaya Panji untuk mencari sang buaya berkalung ban akan dilanjutkan keesokan harinya.

Panji mengatakan, pencarian pada malam hari itu sangat berbahaya, karena buaya merupakan hewan noktunal atau hewan yang tidur pada siang hari dan aktif pada malam hari.

“Proses pencarian pada malam hari itu tidak menguntungkan posisi kita. Perhitungan kita untuk menangkap buaya ini bukan malam hari. Karena pada malam hari waktunya dia untuk cari makan. Nah, kenapa dia berjemur, karena buaya itu termasuk hewan berdarah dingin. Dia butuh panas untuk mencerna nutrisi dalam tubuhnya supaya jadi protein buat tenaga untuk buaya ini bergerak mencari mangsa di malam hari,” beber Panji, Minggu (21/1/2018).

Dari amatan Panji, ban yang tersangkut di leher buaya bukan lantaran disengaja, melainkan karena adanya sampah dari ban bekas yang dibuang ke dalam sungai.

Akhirnya, ban itu masuk ke leher buaya saat tengah mencari makan.

“Pesan saya untuk masyarakat di Palu, mohon tidak mencemari lingkungan sungai. Soal buaya berkalung ban bukan sengaja dimasukin orang, tapi murni karena buayanya terkena. Saat saya tiba di Palu, saya sempat ngecek di bantaran Sungai Palu, dan saya lihat banyak sekali ban bekas dibuang di bantaran sungai,” kata Panji.

Diberitakan sebelumnya, Panji si Petualang bersama tim, saat ini berada di Palu, Sulawesi Tengah, untuk misi melepaskan ban yang melingkar di leher buaya di Sungai Palu.

Sekitar pukul 07.45 Wita, Panji bersama tim sudah berada di lokasi sungai Palu tepatnya di Jembatan Palu II di Jalan Gusti Ngu Rahray, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Belum ada aksi yang dilakukan Panji selain hanya melakukan amatan dari pinggir sungai.

Di derasnya arus sungai Palu, buaya berkalung ban itu nampak tengah berjemur di onggokan pasir di tengah sungai.

Ada juga buaya lain seukuran 3 meter yang juga berjemur tidak jauh dari lokasi buaya berkalung ban.

Panji si Petualang kepada Kompas.com mengatakan, masih berpikir bagaimana caranya mengevakuasi buaya berkalung ban itu tanpa menyakiti.

"Kita bisa saja pakai pancing dengan menggunakan umpan daging, cuma posisinya kalau pakai kail takutnya mulut buaya bisa terluka. Atau bisa juga saya berenang sampai onggokan pasir dimana buaya berkalung ban itu berjemur, kemudian kita jerat pake tali, cuma memang resikonya besar, karena selain arusnya deras, saya juga berpikir karena ada satu buaya lagi yang besarnya sama, juga sedang berjemur. Jangan sampai saya nantinya yang diselamatkan,” kata Panji, Minggu (21/01/2018).

Menurutnya evakuasi buaya ini melibatkan kawan-kawan dari SAR dan Polairud. Hingga saat ini proses evakuasi terhadap upaya melepaskan ban di leher buaya masih tengah berlangsung.

Jadi Pembicaraan Internasional

Seekor buaya berukuran sekitar 4 meter muncul di sungai kota Palu, Sulawesi Tengah. 

Yang menjadi perhatian adalah adanya ban motor bekas yang melingkar di lehernya.

Pemandangan ini tentu tak lazim dan menjadi perhatian tak hanya media lokal, tapi juga internasional.

Tribunjogja.com melansir dari laman Daily Mail, buaya ini rupanya sudah berkalung ban sejak tahun 2016 lalu.

Pemerintah dan pihak terkait sudah mencoba menangkap untuk menyelamatkannya, tapi sampai berita ini dilaporkan oleh media Inggris tersebut, Kamis (11/1/2018) belum ada hasilnya.

Pihak konservasi menduga, seseorang mencoba menangkap buaya ini dengan menggunakan perangkap ban, namun gagal dan malah melingkar di leher binatang yang dilindungi ini.

Dalam sebuah video yang beredar, tampak buaya ini terengah-engah untuk bernapas, dan keadaan itu membuat pecinta binatang khawatir akan membunuh si reptil pelan-pelan.

Kepala konservasi setempat, Haruna mengatakan, "Tahun lalu, kami melihat masih cukup banyak ruang di leher buaya untuk bergerak."

Dia juga menyampaikan, pihaknya tidak akan menunggu sampai ban itu mencekik buaya malang ini.

Haruna dan timnya telah menyiapkan peragkap besi yang akan diletakkan di dalam sungai saat surut.

"Kami pasti akan menyelamatkan buaya itu, tapi di saat yang sama, saya juga perlu mempertimbangkan keselamatan anak buah saya," ungkapnya.(*)

Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved