Kisah Steven Bertaruh Nyawa Demi Jaga TPA Kulo
Steven Wauran penjaga TPA Kulo yang mempertaruhkan nyawa menjadi penjaga Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Penulis: Alpen_Martinus | Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Alpen Martinus
TONDANO, TRIBUNMANADO.CO.ID - Menjadi penjaga Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ternyata bukan merupakan pekerjaan mudah untuk dilakoni.
Bahkan pekerjaan yang sering dipandang sebelah mata ini justru memiliki resiko yang cukup tinggi hingga bertaruh nyawa.
Setidaknya, itulah yang dihadapi oleh Steven Wauran penjaga TPA Kulo, sudah melanjutkan pekerjaan ayahnya yang sudah pensiun.
Sebagai penjaga TPA Kulo, setiap hari ia harus memastikan bahwa tidak ada orang yang buang sampah sembarangan di luar lokasi TPA.
Sebab di TPA Kulo, lokasi TPA baru sudah dioperasikan, sedangkan TPA sementara yang digunakan saat pembuatan TPA baru lalu, kini sudah ditutup dan warga dilarang buang sampah di situ.
Namun masih banyak warga yang bersikeras buang sampah di TPA sementara yang sudah ditutup tersebut, nah itulah yang sering dihadapi oleh Steven.
"Sudah ada tanda larangan buang sampah sampai beberapa tulisan dipasang di situ, namun masih banyak sekali yang buang sampah sembarang," jelasnya.
Bukan hanya masyarakat biasa yang harus dihadapinya, namun ada juga dari kalangan ASN, Polisi, TNI yang buang sampah di area yang dilarang tersebut meski sudah ditegur.
"Saya berapa kali tegur, tapi malah mereka balik marah sama saya, saya bilang siapapun anda harus taat aturan, buang sampah di TPA jangan buang sampah di tempat yang sudah dilarang, harusnya kan mereka menjadi contoh untuk masyarakat lain," katanya.
Bahkan tak jarang ia harus menghadapi warga yang membawa senjata tajam."Beberapa kali saat ditegur ada warga yang mengeluarkan sajam, bahkan pernah ada yang sempat mengancam saya pakai pecahan botol," ujarnya.
Terkadang juga ada warga yang seenaknya buang di pinggir jalan."Saya bilang kepada mereka, buang di TPA di dalam, lantaran siapa mau angkat kalau di buang di pinggir jalan, banyak sekali lagi," jelasnya.
Pernah juga ia berkelahi dengan warga yang tidak mau ditegur lantaran buang sampah sembarang."Mereka bentak saya lantaran saya tegur, akhirnya kami berkelahi," jelasnya.
Masih banyak warga Minahasa yang tidak mau sadar buang sampah pada tempatnya."Masih banyak sekali," jelasnya.
Meski beresiko, namun pekerjaan itu harus dilakoninya untuk menghidupi keluarga. Namun siapa sangka pekerjaan berat tersebut hanya dibayar Rp 1,5 juta per bulan.
Terkadang ia sambilan juga dengan mengumpulkan plastik bekas untuk dijual kembali.
"Yah mau bagaimana lagi, kalau berhenti keluarga mau diberi makan apa, akan berkurang pemasukkan," jelasnya.
Di lokasi TPA Kulo tersebut ia bergantian dengan temannya. Ia berharap jika ada petugas semisal dari Satpol PP untuk membantu mereka menghadapi warga yang keras kepala buang sampah sembarangan.
"Jam buang sampah biasa di sini pagi dan sore hari paling banyak," katanya.