Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Minimnya Sukarelawan Pengajar Jadi PR Komunitas Dinding Manado

Minimnya sukarelawan pengajar membuat mahasiswa membentuk sebuah komunitas Dinding Manado

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor:
TRIBUNMANADO/INDRI PANIGORO
Komunitas Dinding Manado 

Laporan Wartawan Tribun Manado Indri Panigoro

TRIBUNAMANADO.CO.ID - Mengajar bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi untuk seseorang orang yang masih berstatus mahasiswa aktif.

Bukan karena status masih mahasiswa  tidak memiliki intelektual, ataupun pendidikan mengajar, dan pengalaman, akan tetapi untuk orang yang berstatus mahasiswa aktif sangat sulit untuk membagi waktu antara kuliah dan memberikan ilmu untuk orang lain.

Untuk masyarakat kurang mampu di wilayah Manado Utara siapa yang tak kenal dengan komunitas dinding Manado? Komunitas yang berawal dari diskusi sekumpulan mahasiswa dari berbagai jurusan, dan kampus itu ternyata menjadikan awal terbentuknya komunitas Dinding Manado itu pada 14 Februari 2010.

"Awalnya hanya diskusi mahasiswa biasa. Tapi kita prihatin ketika sedang diskusi ada anak - anak yang sebenarnya saat itu jam sekolah malah minta - minta. Dan ketika ditanya memang kondisi mereka yang tidak memungkinkan karena tak ada biaya untuk menimbah ilmu di bangku sekolah. Sejak saat itulah komunitas ini kita bentuk untuk mendidik anak-anak lewat pendidikan dasar,  ataupun pengetahuan lain, " jelas Wakil Ketua Komunitas Dinding Manado Hendrik Nehemia Tobing kepada Tribun Manado, Selasa (23/01/2018) malam.

Dalam membuat komunitas,  tentunya memiliki pro dan kontra, tetapi menurut dia, hal itu menjadi tantangan dan pekerjaan rumah (PR) sendiri bagi mereka.

Dihadapkan dengan banyak PR, tentunya membuat mereka kewalahan dalam mencerdaskan anak-anak kurang mampu, anak jalanan, dan anak-anak yang bermukim di pasar bersehati itu.

"Ada banyak pekerjaan rumah yang kita hadapi, mulai dari banyak orang tua yang tidak setuju anaknya ikut belajar dengan kita karena harus membantu berjualan, dari segi anggaran juga memang kita masih patungan, akan tetapi yang pingin menjadi PR tersendiri buat kita itu yakni minimnya sukarelawan pengajar untuk mengajar, dimana sebenarnya paling ideal itu satu sukarelawan itu menangani satu orang anak didik tetapi saat ini kita harus gabung sehingga tidak begitu efisien," bebernya.

Tobing menambahkan, saat memberi pengajaran kepada anak‑anak, tepatnya setiap minggu mendidik rata‑rata sekitar 70 hingga 80 anak.

Mereka terdiri dari PAUD sekitar 30 orang, kelas 1‑3 SD sekira 30 anak, kelas 3 hingga kelas 6 sekira 20 orang. "Ada juga yang setara SMP sekitar 3 sampai 4 orang tiap minggu.

Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Gorontalo, Kotamobagu. Ada juga yang berasal dari Manado.

"Secara prosentasi yang berasal dari Manado hanya 10-15 persen. Tapi mereka memang tumbuh dan besar di lingkungan pasar, '' ujarnya.

Di komunitas ini ada empat kegiatan yang dilakukan antara lain mengajar setiap Sabtu pukul 13.00 wita.

Kemudian summer game kerjasama dengan Batalyon Rider 712. Melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah dikunjungi anak‑anak tersebut. "Seperti ke Bandara Samrat," ujarnya.

Selain itu, ada kegiatan berbagi kasih dengan masyarakat setempat yang tidak mampu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved