Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Anton Lihat Satu per Satu Anak Buahnya Tenggelam dan Jadi Mayat di Lautan

Dia menyaksikan kelima anak buahnya melepaskan diri dari rakit saat terombang-ambing di lautan.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor:
TRIBUNMANADO/NIELTON DURADO
Akhirnya 11 anak buah kapal (ABK) Kapal Motor (KM) Baku Sayang 03 yang tenggelam di sekitar perairan Siau kini telah tiba di Kota Manado. Mereka tiba di Pelabuhan Manado dengan menaiki kapal Expres Bahari, Rabu (23/8) sore tadi. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Keluarga anak buah kapal (ABK) KM Baku Sayang yang sudah menunggu sejak beberapa hari terakhir di Pelabuhan Navigasi seketika bersorak begitu kapal milik Basarnas merapat di dermaga, Jumat (25/8) sekitar pukul 21.30 Wita.

Kapal Basarnar itu membawa empat ABK yang selamat setelah kapal mereka tenggelam di perairan Tagulandang 21 Agustus lalu.

Sanak keluarga empat ABK memanggil ayah atau anak mereka. Mereka lantas memeluk para ABK sambil berurai air mata.

Satu di antara nelayan, yakni Antonius Kabuhung harus ditandu dari kapal menuju mobil ambulans. Kontras dengan suasana riungan itu, Anton tampak sedih.

Wajahnya pucat pasi, ekspresinya seperti menahan sakit. Bulir air di matanya jatuh di pipi.

Pria bertubuh besar ini ternyata belum bisa melepaskan diri dari pengalaman traumatisnya selama tiga hari terombang-ambing di lautan.

Dia menyaksikan kelima anak buahnya melepaskan diri dari rakit saat terombang-ambing di lautan.

Anton dengan segala cara sudah berusah menguatkan mereka untuk bertahan; menyebut keluarga hingga kebesaran Tuhan.

Namun para nelayan telah lemas dan putus asa hingga memilih melepaskan diri dan Anton melihat para nelayan tenggelam.

"Senin sore seorang ABK meminta izin untuk melepaskan diri. Saya sudah bujuk agar bertahan, namun ia katakan sudah tak sanggup.

"Katanya pesan saja pada keluarga tolong doakan saya," kata dia dengan mata berkaca-kaca kepada Tribun Manado Jumat (25/8) malam di atas kapal Basarnas.

Ternyata peristiwa tragis itu barulah awal. Pukul delapan malam, seorang nelayan kembali melepaskan diri dari rakit. Hal tersebut diikuti seorang nelayan lagi pada keesokan paginya.

Nelayan itu, sebut dia, meninggal tak jauh dari rakit dan tenggelam.  "Pedih rasanya," kata dia.

Dua peristiwa itu membuat Anton gigih menguatkan nelayan yang lain.

"Saya katakan kita punya keluarga, di saat lain, jangan takut berdoa saja pada Tuhan. Dialah pemilik kehidupan ini," kata dia.

Sengatan udara panas, hantaman gelombang tanpa asupan makanan membuat kondisi mereka kian drop.

Malamnya, dua nelayan kembali minta izin untuk melepaskan diri. Anton menyaksikan keduanya hilang dalam kegelapan.

Beberapa jam kemudian, seorang nelayan lagi minta melepaskan diri. Sekujur tubuhnya penuh gigitan ikan.

Sang nelayan agaknya paham nestapa si kapten hingga memerlukan memohon maaf sebelum melepaskan diri.

"Maaf ne kep so nda kuat kita, berdoa akang jo pa kita," kata dia.

Di rakit tersebut hanya tersisa ia dan seorang nelayan lainnya bernama Kavin. Keduanya kian lemah.

Tangan dan kaki sudah tak bisa digerakkan lagi. Bibir pun kelu. Hanya hati yang tiada lelah memanjatkan doa.

"Yang saya dan Kevin lakukan kemudian berdoa, kami gantian berdoa.

"Kami pasrah saja kemana Tuhan membawa kami, sampai akhirnya kami bertemu sebuah kapal yang mengevakuasi kami," kata dia.

Anton memang ditakdirkan Tuhan untuk selamat. Beberapa kali ia berada dalam sakaratul maut.

Sewaktu kapal karam, Anton melompat dari kapal kemudian terombang-ambing di atas karpet pengalas tempat tidur selama beberapa jam.

Ia kemudian bertemu sebuah rakit berisi 10 nelayan. Tampak di kejauhan sebuah perahu. Seorang diri Anton berenang ke sana. Ternyata itu bagian atas kapal mereka yang tenggelam.

Segera Anton terempas angin ke arah utara. Beruntung ia bertemu rakit yang ditumpangi enam nelayan. Anton meyakini ada alasan mengapa Tuhan masih memberikannya hidup.

"Agar saya bisa bercerita kisah perjuangan hidup kami di lautan," kata dia.

Anton meyakini Tuhan akan menyelamatkan rekan rekannya. "Apa yang mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Tuhan," kata dia. (arthur rompis)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved