Liputan Khusus Danau Tondano
20 Tahun Lagi Danau Tondano Punah
"Ada 25 meter itu di bagian pinggir, kalau di bagian tengah justru tidak terlalu dalam. Jadi kedalaman rata-rata danau Tondano ini 20-25 meter,"
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Eceng gondok merupakan hama yang sulit dibasmi di Danau Tondano. Hingga kini pemerintah terasa kesulitan menahan laju perkembangan eceng gondok di danau ini.
Tiga tahun lalu Fakultas Biologi Unima melakukan penelitian terkait kedalaman Danau Tondano. Anehnya, paling dalam justru di bagian tepi bukan di tengah.
"Ada 25 meter itu di bagian pinggir, kalau di bagian tengah justru tidak terlalu dalam. Jadi kedalaman rata-rata danau Tondano ini 20-25 meter," ujar Dr Herry Sumampow, Kajur Biologi FMIPA Unima.
Herry menjelaskan, perkembangan eceng gondok di Danau Tondano cukup cepat disebabkan beberapa hal. Di antaranya akumulasi pupuk di persawahan yang tidak terserap dengan baik dan terbawa ke danau.
"Selain itu sisa pakan ikan yang mengendap di dasar danau juga menjadikan air subur, sehingga eceng gondok sangat cepat tumbuh. Coba lihat di mana banyak eceng gondok berkumpul pasti di situ airnya sangat subur," ujarnya.
Ia menjelaskan, bagian akar dan batang eceng gondok mudah bertumbuh.
"Gampang sekali tumbuhnya sehingga sangat cepat untuk bertumbuh, tertiup angin saja mereka sudah menyebar," ujarnya.
Menurut pengamatannya hingga saat ini permukaan danau yang tertutup eceng gondok mencapai 20 persen dari luas danau.
"Jumlahnya kan fluktuatif sebab ada upaya pemerintah juga untuk mengangkat eceng gondok, dan itu harus lebih cepat dari perkembangan eceng gondok," ujarnya.
Ia menjelaskan, jika tidak ditangani secepatnya bisa jadi 20-30 tahun kedepan Danau Tondano tidak ada lagi.
"Sekarang kelihatan sedikit, tapi kalau satu atau dua bulan tidak ditangani saja pasti bertambah banyak," ujarnya.
Baginya, pengangkatan eceng gondok menjadi prioritas untuk diselesaikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta masyarakat.
"Lima puluh tahun lalu kedalaman bisa capai 50 meter, tapi sekarang tinggal sekitar 25 meter. Silahkan hitung saja kalau beberapa tahun kedepan jika tidak ditangani, bahkan bisa lebih cepat," ujarnya.
Eceng gondok tumbuh cepat sesuai dengan kesuburan airnya. Hal senada diutarakan Ir Ariel Joutje Koapaha Msc, ahli Limnologi.
Koapaha menegaskan, saat ini beban Danau Tondano semakin berat. Dulunya, kata dia proses pendangkalan disebabkan karena kegiatan budidaya ikan di danau tapi sekarang ini proses pendangkalan terjadi karena kegiatan pembangunan di daerah hulu semakin hari semakin luas hingga menyebabkan peningkatan erosi
"Erosi akan membawa sedimen masuk ke dalam danau melalui aliran sungai. Kalau terus menerus dibiarkan akan menyebabkan pendangkalan danau," kata dia.
Tak hanya itu saja, faktor lainnya adalah menjamurnya restoran dan pemukiman di pinggir danau yang ikut menambah beban Danau Tondano.
"Tidak jelas ambang batas pembuangan yang langsung ke danau. Ini akan menyebabkan turunnya kualitas perairan " kata Koapaha.
Menurutnya, hal ini bisa membuat proses eutrofikasi di Danau Tondano.
"Proses eutrofikasi akan berpengaruh pada kandungan nutrien di danau, yang nantinya akan membuat danau diklasifikasi apakah ini sudah oligotropik di mana kadar nutriennya sangat rendah. Kalau dia sudah mesotropik akan lebih banyak biota apalagi eceng gondok sudah menjadi penghambat blokade sinar matahari. Artinya matahari sudah tidak menjangkau di dalam tubuh air dan ini akan menyebabkan anoksia atau kehabisan oksigen. Ini jelas akan berpengaruh pada rantai makanan di danau," jelasnya.
Ditanya apakah nasib danau Tondano akan seperti danau Limboto yang nyaris punah, kata Koapaha hal itu tidak akan sama. "Danau Tondano terbentuk karena letusan. Mekanisme basin terjadi karena vulkanik, sedangkan Danau Limboto itu danau yang terbentuk karena tangkapan air," jelasnya.
Dia juga tidak bisa memprediksi secara jelas kapan Danau Tondano akan punah karena hingga saat ini dia belum melakukan penelitian lebih lanjut.
Dikatakan Koapaha, peran pemerintah sangat penting untuk menyelamatkan danau Tondano. "Kalau ingin danau Tondano selamat perlu adanya penanganan yang serius dari pemerintah dan menegakkan aturan. Perjelas aturan kegiatan pembangunan di daerah hulu sungai, perjelas ambang batas buangan ke danau agar pencemaran semakin diminimalisir," kata Koapaha.
Tak hanya menjadi penyebab pendangkalan. Eceng gondok juga menjadi musuh Petani Karamba Ikan di Danau Tondano.
"Jelas sangat berpengaruh sekali, kalau berombak kencang dan berangin karamba kami akan rusak dihantam eceng gondok, meskipun kami sudah memasang pagar," jelas Irwan Hartono petani karamba.
Selain itu, jika karamba sudah tertutup eceng gondok maka ikan akan mati lantaran sudah bernapas dan ikan juga menjadi tidak napsu makan.
"Kalau tidak ada eceng gondok otomatis air terus mengalir dan berganti sehingga ikan lebih segar," ujarnya.
Ia menjelaskan, sudah banyak sekali kerugian yang dialami petani jika eceng gondok sudah mengepung keramba.
"Baru-baru saja saya rugi Rp 60-80 juta lantaran beberapa keramba rusak dan ikan lepas," jelasnya.
Menurut dia, hampir semua nelayan di danau Tondano pasti keluhannya sama juga kekhawatirannya.
"Kalau sudah mulai berangin atau berombak, kami langsung tanya ada eceng gondok atau tidak, kalau ada kami langsung minta suruh angkat, kalau tidak pasti hancur keramba kami," jelasnya.
Menurutnya, mereka rutin juga melakukan pembersihan eceng gondok
."Pemerintah harus bersama dengan kami masyarakat ramai-ramai bersihkan eceng gondok supaya bisa bersih, kalau bersih kami tenang juga," jelasnya.
Ia juga mengatakan pendangkalan terjadi memang disebabkan oleh eceng gondok dan membantah jika penyebabnya adalah pengendapan makanan ikan.
"Di Papua saya baru dari sana ada danau yang bersih dari eceng gondok dan banyak yang memelihara ikan di pinggir danau tapi tidak dangkal, dan pemerintah di sana tidak mau melihat eceng gondok sehingga pembersihan dilakukan terus, coba di sini seperti itu," jelasnya.(amg/aro)