Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tak Ada Sinyal dan Listrik, SMKN 6 Bitung Ujian Manual

Persoalan klasik pemerataan fasilitas pendidikan masih terjadi di Kota Bitung. Saat siswa SMK lainnya sedang UNBK.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Lodie_Tombeg
tribun manado
Siswa SMN 6 Kota Bitung mengikuti Ujian Nasional, Rabu (5/4/2017). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Persoalan klasik pemerataan fasilitas pendidikan masih terjadi di Kota Bitung.
SAAT siswa SMK lainnya sudah melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer, masih ada sekolah yang melakoni ujian akhir secara manual.

Siswa SMK Negeri 6 Bitung misalnya harus puas dengan Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNBKP).
Jangankan tersedia komputer, di sekolah ini tak ada listrik, air, jaringan komunikasi, plus jalan yang rusak.
Rabu (5/4) Tribun Manado, menyambangi sekolah itu. Lokasinya di pedalaman dekat perbatasan dengan Minahasa Utara.

Agak kesulitan menemukan sekolah itu. Seorang siswa bernama Joni berbaik hati menunjukkan jalan. Joni menaiki sepeda motor.

Di sebuah tempat, jalan membelok tak beraspal serta rusak parah.
Di sana, ada lima motor yang ditumpangi lima siswa serta seorang guru berboncengan. Jalanan bak arena offroad, dibuka dengan sebuah area sepanjang sekitar 6 meter dengan lubang di sana-sini.

Seorang siswa meminta berjalan di tepi agar tidak terjebak di lubang. Bebas dari lubang namun tetap harus pelan karena jalanan di situ licin. Jalanan kemudian menyempit dan berkelok-kelok. Lubang besar kecil tetap menganga dengan pasir terhampar bisa membuat roda motor oleng. Rapatnya pepohonan membuat suasana agak gelap.

Guru itu rupanya pengawas dari sekolah lain.
Kadang motor yang ditumpanginya berbelok tajam mengikuti belokan tajam. Kemudian tibalah di sekolah.
Joni bergabung dengan teman-temannya di bawah pohon dekat pintu masuk sekolah.
Mereka menanti UNBKP. Masih di atas motor, beberapa di antara mereka membuka buku.

Tak ada yang memegang ponsel.
Ada tiga bangunan, pertama bangunan kantor, lalu bangunan kelas pertama dan bangunan kelas kedua.
Ujian berlangsung di bangunan kelas pertama yang memanjang ke belakang. Samping kelas itu ada ruang toilet yang tertutup rapat.

Kepala SMK 6 Willy Kojongian sibuk manata kabel penyambung dengan genset di depan ruang kelas.
Seorang guru yang rupanya kebagian tugas mengecek genset mendekati Willy kemudian melaporkan genset siap. "Coba kamu tambah isi solar, genset itu harus ditambah solar," perintahnya.
Sang kepsek pun manggut-manggut.

Tak berapa lama kemudian, ujian dimulai, diawali beberapa kaklimat dari Willy.
Dia meminta mereka tak minder meski ujian dengan fasilitas seadanya. "Tunjukkan bahwa kalian bisa," kata dia.
Tepat pukul 10.00 Wita, ujian dimulai.

Para siswa terlihat nyaman meski hanya menggunakan pensil. Willy mengatakan, sekolah itu masuk daftar UNBK.
Ia menolak dengan alasan tak ada sambungan komunikasi. "Di sini ponsel kita tak ada sinyal, apalagi internet," kata dia.

Menurut Willy, ia tak pernah berharap ada jaringan internet di sekolah itu dalam waktu dekat.
Pihak Telkom mengatakan, pemasangan nanti dilakukan beberapa tahun lagi. "Katanya kita sudah ketinggalan dalam pemasangan," kata dia.

Mengenai listrik, dia mengaku hampir setiap minggu bermohon di PLN.
Namun hingga kini belum ada titik terang.

Dikatakannya, tanpa listrik, sekolah itu terbatas dalam melakukan aktivitas pelajaran. "Komputer tidak bisa digunakan, mesin pengangkutan juga demikian, alhasil kita mengandalkan pada praktek kemudian teori di luar," ujar dia.

Dikatakan Willy, pihaknya terpaksa membeli air untuk mencukupi kebutuhan di sekolah.
Untuk itu, harus merogoh kocek dalam -dalam.

"Harganya Rp 50 ribu per tong, namun karena jalan sulit penjual air minta harga dua kali lipat, belakangan mereka sudah tak mau masuk lagi akibat jalan makin rusak," kata dia.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved