Di Benteng Moraya Akan Jadi Pusat Lokasi Budaya di Minahasa
Nanti saat lokasi ini sudah jadi, kita siapkan tempat untuk meletakkan benda-benda bersejarah.
Penulis: Alpen_Martinus | Editor:
Laporan wartawan Tribun Manado Alpen Martinus
TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Rehabilitasi terhadap kawasan monumen Benteng Moraya terus dilakukan. Fasilitas penunjang ditambah, namun sebelum dilakukan penimbunan terlebih dahulu diadakan penggalian untuk mencari barang bersejarah, Senin (14/9).
Benar saja. Beberapa benda bersejarah berhasil ditemukan. Diantaranya, tiang-tiang kayu berukuran besar, bekas Benteng Moraya yang sudah tertimbun tanah ribuan tahun lamanya. Ditemukan juga Waruga dan benda bersejarah lainnya, yakni, pecah gerabah, keramik dan benda lainnya yang sudah berusia ribuan tahun.
Benda bersejarah itu akan diangkat lalu dilakukan penelitian oleh Badan Arkeologi Manado yang berkoordinasi dengan Dinas Priwisata dan Kebudayaan Minahasa.
"Benda-benda bersejarah ini tetap kami jaga . Nanti saat lokasi ini sudah jadi, kita siapkan tempat untuk meletakkan benda-benda bersejarah. Sebab tempat ini akan jadi pusat lokasi budaya di Minahasa," ujar Debby Bukara, Kadisparbud Minahasa, Senin (7/9).
Di lokasi ini juga akan dibangun relief yang berisi cerita tentang budaya Minahasa, termasuk penjelasan benda bersejarah yang ditemukan.
Selain itu, akan dibangun juga gapura selamat datang yang bertuliskan Monumen Benteng Moraya di bagian depan. Kemudian akses masuknya akan diperluas.
"Rehabilitasi ini dilakukan bertahap setiap tahun disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah," jelasnya.
Ia menargetkan, tahun 2017, monumen Benteng Moraya ini sudah selesai.
Menurutnya, untuk tahap rehabilitasi tahun 2015 ini anggaran yang digunakan adalah Rp 8,4 miliar.
"Kalau dalam pengerjaan ditemukan ada lagi benda bersejarah, kita amankan dulu," jelas dia.
Bagi warga Minahasa atau yang lebih dikenal dengan nama Tou Minahasa (orang Minahasa), Benteng Moraya merupakan wujud perjuangan rakyat Minahasa, sebab di Benteng Moraya pernah dijadikan warga Tondano tempat bertahan saat perang melawan Belanda yang dimulai sekitar tahun 1801.
Benteng Moraya saat itu dibuat dari kayu-kayu utuh yang cukup besar yang ditancapkan kedalam tanah. Saat itu masih dipenuhi dengan air. Warga juga mendirikan kampung diatas air atau yang disebut dengan kampung Minawanua.
Sebab menurut mereka saat itu, tinggal di tepi danau dan membuat kampung di atas air akan susah diserang oleh Belanda.
Benar saja! Menurut cerita masyarakat, setiap serangan yang dilakukan Belanda selalu kalah, sebab kegigihan para pejuang Minahasa yang bersatu melawan Belanda, juga lantaran strategisnya dan kuatnya Benteng Moraya.
Namun, Benteng Moraya berhasil juga ditaklukkan oleh Belanda, lantaran warga Tondano kehabisan bahan makanan, karena tidak lagi mendapatkan suplai makanan dari orang Ratahan yang bertugas menyuplai makanan saat itu. Menurut informasi, Benteng Moraya kemudian dimusnahkan oleh Belanda, sehingga yang tersisa hanya kayu-kayu berukuran besar, masih tertancap di tanah hingga sakarang.
"Di tempat ini, banyak sekali waruga Minawanua yang ditemukan, sebab di sini dulunya kampung, ada kayu-kayu besar, bekas Benteng Moraya, ada juga benda bersejarah lainnya yang ditemukan, seperti gerabah, keramik seperti tempat makan, yang sudah tertimbun ratusan tahun lamanya, dan baru ditemukan saat dilakukan penggalian untuk dilakukan rehabilitasi," ujar Debby Bukara, Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Minahasa.
Lokasi tempat beberapa waruga juga ditemukan di tempat tidak jauh dari Benteng Moraya, yang saat ini ditumbuhi dengan pohon sagu, tepat di belakang Benteng Moraya. Juga beberapa benda berupa batu besar yang memiliki aksara.
Ia menambahkan, kayu-kayu bekas Benteng Moraya sudah dicabut. Rencananya dipajang di lokasi Benteng Moraya jika monumen sudah selesai direhab, pun dengan benda bersejarah lainnya yang berhasil didapat akan diperiksa oleh Arkeolog dari Manado