Pada Aditya Moha, Sangadi Linawan Curhat Soal BPJS
Kamran Monoarfa, sangadi desa Linawan mencurahkan isi hatinya kepada Aditya Moha Siahaan (ADM), Kamis (30/4) saat reses.
Penulis: | Editor:
Laporan wartawan Tribun Manado David Manewus
TRIBUNMANADO.CO.ID, MOLIBAGU - Kamran Monoarfa, sangadi desa Linawan mencurahkan isi hatinya kepada Aditya Moha Siahaan (ADM), Kamis (30/4) saat reses di Bolaang Mongondow Selatan. Reses itu dilaksanakan di kantor bupati lantai tiga Panango.
Dengan nada suara yang agak tinggi, Monoarfa mengatakan pekan lalu istrinya sementara mengandung di Gorontalo pingsan. Dari sana, sang istri dirujuk ke Molibagu.
"Dokter di Molibagu mengatakan itu baru gejala. Tapi ia pingsan lagi," katanya.
Ia yang menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mandiri kelas 1 di Gorontalo ternyata harus membayar Rp 950 Ribu. Di Gorontalo, istrinya tidak bisa dioperasi.
"Kata mereka HB-nya kurang. Lalu kembali dirujuk ke Bolsel," tuturnya.
Monoarfa menyesalkan keadaan itu. Ia mengaku istrinya akan mati karena itu.
Aditya Moha Siahaan mengakui itu. Menurutnya semua masih berproses.
"Ini baru dimulai 1 Januari 2014 dan merupakan program kementrian kesehatan yang dilaksanakan BPJS.
Memang perlu dibenahi agar rujukan bisa ke rumah sakit ke tipe yang lebih di atas," ujarnya.
Abdi Van Gobel, dari fraksi Tri Sakti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga menyampaikan beberapa aspirasi.
Ia pertama menyampaikan keluhan soal narkoba setelah meminta agar ADM memperjuangkan soal bandara.
"Saya dengar ada yang menyelundupkan narkoba dari Sulawesi Tengah dengan memasukkannya dalam ikan asin. Apakah bisa ada Badan Narkotika di tingkat kabupaten karena narkoba bisa diselundupkan dari Gorontalo dengan pajeko," katanya.
Mengenai pendidikan, Gobel menyebut bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah di Bolsel bisa dikembangkan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Gobel menyorot soal siswa-siswi SMA atau SMK yang harus berboncengan di motor.
"Bung Aditya tolong dibantu dengan kendaraan. Itu untuk Bolaang Uki, Posigadan, dan Pinolosian," tuturnya.
Ia mengatakan juga masyarakat masih bergantung pada sumber penghasilan perkebunan. Ia menyayangkan aturan pemerintah soal batas hutan lindung.
"Batas hutan lindung di Bolaang Uki ada di belakang rumah sakit Bolsel. Bagaimana para petani bisa hidup jika lahannya dibatasi," katanya.
Selain menyentil BPJS, Gobel juga menyebut posisi hak dan keuangan anggota DPR. Menurutnya lebih mudah perjalanan dinas ke propinsi daripada ke luar propinsi.
Aditnya mengatakan untuk hak dan keuangan anggota memang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 53. Secara pribadi, ia mengatakan PMK itu seharusnya merujuk pada UU MD3.
"Harusnya satu induk. Saya usulkan agar asosiasi DPR bisa berkumpul dan merumuskan karena DPR bukan Aparatur Sipil Negara," katanya.
Mengenai BPJS, Aditya mengatakan itu sudah masalah nasional dan dibahas dalam rapat kerja nasional di Makasar. Sulawesi Utara kata Aditya juga mengikuti raker itu.
"Hasilnya ada empat RS regional yang bisa jadi rujukan BPJS. Empat rumah sakit itu ialah di Sangihe, Popundayan, Noongan dan Walanda Maramis, Minut," tuturnya.
Ia katanya ingin bersama aktivis memperjuangkan. Apalagi pemerintah pusat telah melaksanakan program lima ribu puskesmas di daerah terpencil.
"Saya akan mendorong semakin banyak puskesmas dan rumah sakit rujukan daerah. Itu akan diperjuangkan," ujarnya.
Untuk hutan lindung, ia mengatakan bupati Bolsel bisa memperjuangkan. Itu katanya bisa dilobi.
"Kementrian perhubungan katanya akan menyediakan bus sekolah. Kita dorong bersama pendidikan misalnya dengan adanya sekolah tinggi kelautan," katanya.
Aditya mengatakan untuk Badan Narkotika hanya bisa dibuat di daerah setingkat polres. Untuk Bolsel katanya masih urban
"Jika ada narkoba di Bolsel tolong disampaikan ke penegak hukum. Sekarang ada warning untuk itu," katanya.