Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

BPS: Kenaikan Harga BBM Berdampak Sangat Ekstrem

Dia mencontohkan, jika harga BBM dinaikkan Rp 4.000 per liter, maka dampaknya terhadap indeks harga konsumen akan sangat ekstrem.

Editor:

KEPALA Badan Pusat Statistik Suryamin mengatakan, penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebaiknya tidak terlalu ekstrem. Kalaupun naik, masih pada angka wajar.

Dia mencontohkan, jika harga BBM dinaikkan Rp 4.000 per liter, maka dampaknya terhadap indeks harga konsumen akan sangat ekstrem.
"Kalau itu sangat, sangat ekstrem dampaknya," kata Suryamin di kantor BPS, Jakarta.

Sebelumnya, Kepala BPH Migas Andi Noorsaman Sommeng menyatakan, jika besaran subsidi BBM per liter sekitar Rp 4.000 per liter, penghematan yang dapat dilakukan pada 2015 bisa mencapai Rp 60 triliun sampai Rp 80 triliun.
Sejumlah ekonom juga menyarankan pemerintah berani mengambil keputusan kenaikan Premium di atas Rp 4.500 per liter.

Mengenai kenaikan langsung atau bertahap mengatakan BPS menyarankan agar pemerintah menaikkan harga BBM secara bertahap.

"BPS menyarankan bertahap, karena lebih soft kenaikannya tidak terlalu terasa," kata dia.

Namun, penetapan waktu menjadi penting. Suryamin mengingatkan, sebaiknya jika dilakukan secara bertahap, pemerintah memilih bulan-bulan di mana angka inflasinya rendah.

"Jangan saat inflasinya tinggi. Itu pentingnya kita melihat trend. Pada saat deflasi itu yang lebih bagus," kata dia.

Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, sebenarnya kenaikan langsung dengan besaran Rp 4.000 per liter juga ada baiknya, dibanding kenaikan secara bertahap.

Dampak dari kenaikan langsung, paling lama akan bertahan selama satu tahun, hingga inflasi tahunan kembali normal.

Setahun setelah kenaikan bensin, diperkirakan inflasi Indonesia bisa menuju stabil di 4 persen seperti Thailand dan Filipina.

"Saya kira setelah melakukan adjustmen (menaikkan harga) dalam jangka pendek-menengah inflasi kita akan tinggi, tapi dalam jangka menengah-panjang akan stabil asal pangan juga dijaga," kata Sasmito.

Masih menurut Sasmito Hadi Wibowo, upah buruh harus menyesuaikan kenaikan indeks harga konsumen. Sebab, inflasi merupakan salah satu faktor penyesuaian upah buruh.
Rencana Presiden terpilih Joko Widodo yang kabarnya akan menaikkan harga BBM sebesar Rp 3.000 per liter pada November, ditengarai kuat mengerek inflasi.

Sasmito pun menuturkan, harus ada penyesuaian upah buruh, untuk mempertahankan tingkat daya beli buruh.

"Misalnya kenaikan BBM menimbulkan, misalnya inflasi 6 persen, nah gaji buruh harus naik 6 persen juga," kata Sasmito.

Perusahaan yang bisa memberikan kenaikan upah lebih tinggi daripada inflasi, akan lebih bagus lagi. Dengan demikian, daya beli buruh tidak akan terganggu gejolak pasar.

Sasmito memperkirakan sampai akhir tahun, inflasi berada di level 4,8 persen tanpa kenaikan harga BBM. Namun jika ada kenaikan Rp 4.000 per liter untuk Premium, ada dampak langsung 2 persen.

Dengan begitu, diperkirakan inflasi sampai akhir tahun bisa menyentuh 6,8 persen. Hal ini disebabkan peranan premium terhadap pembentukan inflasi BBM, lebih tinggi dibanding solar, yakni 96 persen.

Adapun Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak hanya akan menguntungkan pihak pengusaha. Sementara itu, daya beli pekerja akan menurun.

"Kalau rencana BBM naik Rp 1.500, pengusaha kalau BBM naik akan untung karena mendapat infrastruktur," kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Menurut Iqbal, infrastruktur yang akan dibangun dari anggaran yang dihemat dari kenaikan harga BBM bukan infrastruktur akses desa seperti jalan desa. Infrastruktur yang dibangun adalah proyek seperti jalan tol dari kawasan industri ke pelabuhan, jalan raya, maupun bandara.

"Berapa pun harga BBM naik bagi pengusaha akan untung. Mereka tinggal naikkan harga, kecuali pengusaha gorengan. Pengusaha middle up tinggal menaikkan harga, karena masyarakat tetap beli," ujar Iqbal.

"Kalau harga BBM naik, transportasi, makanan naik. Kontrakan juga pasti akan naik, kan tidak ada hubungannya. Itu dampak psikologis. Kenaikan (harga BBM) Rp 1.500 sampai Rp 3.000 akan menurunkan daya beli 30 persen," jelas Iqbal.

Buruh mengancanm turun ke jalan untuk unjuk rasa, salah satunya menolak kenaikan harga BBM. Sebanyak 100.000 buruh akan turun ke jalan di 20 kota besar di Indonesia pada 2 Oktober 2014 mendatang. (tribunnews/m4/kompas.com)

Sumber: Tribunnews
Tags
Jakarta
BPS
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved