Buku
Liando : SBY Lemah Karena Sistem
Dia punya reputasi yang baik.
Penulis: | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO ‑ Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Publikasi dan Dokumentasi (SKPPD) menggelar diskusi dan bedah buku, Selasa (27/11/2012) siang bertempat di Gedung FISIP Unsrat.
Diskusi bertajuk Delapan Tahun Pemerintahan SBY : Antara Harapan dan Kenyataan mendapat tanggapan dari Dr Ferry Liando Dosen Ilmu Pemerintahan dan Politik Unsrat. Kepada Tribun Manado ia menilai, SBY sebetulnya punya kemampuan dari aspek kepemimpinan. "Dia punya reputasi yang baik, tak punya tindakan amoral dan punya karakter dan integritas yang bagus. Selain itu ia telah teruji dalam berbagai level kepemimpinan di TNI. Memiliki backround tentara dan mengendalikan parpol besar," jelasnya.
Ia mencontohkan Presiden Cina memiliki kekuatan penuh jika harus menjadi sekjen PKC partai komunis Cina, dan panglima militer. Kemudian Soeharto menjadi kuat karena selain presiden, ia panglima tertinggi ABRI dan pembina golkar. "SBY sebetulnya punya unsur‑unsur itu, sehingga seharusnya dia pemimpin yang kuat. Kenyataan sekarang SBY itu terkesan tidak tegas, komromistis, tak punya pendirian dan lain‑lain," jelas dia.
Ia menilai SBY jadi lemah disebabkan karena sistem. Dalam teori organisasi, menyebutkan kepemimpinan yang berhasil sangat ditentukan oleh sistem yang baik. Sistim politik indonesia yang menganut multipartai Liando anggap telah melanggar amanah UUD.
Penerapan sistim multipartai menurutnya telah bertentangan dengan UUD 45 yang mengamanatkan pemerintahan presidensial. "Dalam teori politik sistem multipartai tidak cocok diterapkan di negara yang menganut presidensial. SBY kerap plin plan mengambil keputusan karena harus kompromi dengan partai‑partai pendukungnya," ujarnya.
Selain itu konflik horisontal mewabah dimana‑mana karena parpol kerap membangun sentimen kelompok pada saat pemilu dan pemilukada. Sentimen ini ia nilai dibangun untuk meraih simpati.
Terkait korupsi yang merajalela menurut Liando karena sistem multipartai yang mengharuskan terjadi kompetisi yang ketat. Parpol menghalalkan segala cara meraih simpati dgn cara politik uang. Akhirnya ketika parpol berkuasa, uang yang dikeluarkan sebelumnya diganti atau dilipatgandakan dari uang negara.