Minyak Tanah
Kesulitan Minyak Tanah, Nelayan Tradisional Bitung Libur
Gara-gara sulit cari minyak tanah, tidak melaut beberapa hari
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Persoalan pasokan minyak tanah di Kota Bitung menjadi hal sensitif dikalangan nelayan tradisional. Dimulai dari permasalaan kurangnya ketersediaan minyak tanah dan harganya yang membumbung tinggi.
Satu di antaranya, Jamal (39), nelayan tradisonal Madidir, menuturkan semenjak minyak tanah sulit dicari di pasaran, harga naik dan menjadi lebih mahal, Senin (14/11/2011).
"Gara-gara sulit cari minyak tanah, tidak melaut beberapa hari," ungkapnya di pesisir pantai Madidir.
Setiap harinya Jamal berlayar dengan perahu Katinting, yang menggunakan minyak tanah sebagai sumber energi cahaya lampu media pengumpan ikan.
"Saya cari ikan malam hari, pakai lampu patromak supaya ikan naik ke atas dan bisa saya tangkap," ungkapnya.
Senada, Pento (41), nelayan Candi, menuturkan, walau harga minyak tanah naik, patokan nilai jual ikan hasil tangkapan tidak ikut dinaikan agar ikan dapat terjual cepat. "Daripada ikan tidak ada yang beli lebih baik saya tidak naikan harga," ungkapnya.
Bayangkan, kapal Pelang Tuna yang dimiliki Pento sekali berlayar butuh 100 liter sebagai bahan bakar mesin kapal dengan jangkauan sampai Ternate.
"Beli minyak tanah dari Rp 3 ribu per liter jadi harga Rp 7 ribu per liter, mau tidak mau jarang melaut, tunggu cuaca sangat bagus dan musim ikan normal baru berani melaut," ujarnya.
Menaggapi hal ini, Wali Kota Bitung Hanny Sondakh telah menemui Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo Jumat, 11 November 2011 di Jakarta memohon agar tetap ada subsidi minyak tanah dan bensin.
"Masyarakat kota Bitung yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan bisa tetap melaut menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru," ungkapnya.
Tetapi ujar Sondakh, penyampaian yang dilakukannya akan ditindaklanjuti ke bagian Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi. "Kami adukan supaya jadi bahan pertimbangan," katanya. (bdi)