Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sumpah Pemuda

Tahun 1928, Sofie Kornelia Bacakan Sumpah Pemuda

MUNGKIN Di zaman saat ini, sebagian masyarakat Sulut sudah melupakan sosok seorang wanita asal Minahasa yang pernah ikut berjuang

Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Defriatno Neke


MUNGKIN
Di zaman saat ini, sebagian masyarakat Sulut sudah melupakan sosok seorang wanita asal Minahasa yang pernah ikut berjuang dan membacakan naskah sumpah pemuda tahun 1928 di Sulut. Ya itulah Almarhumah Sofie Kornelia (SK) Pandean yang membacakan teks Sumpah Pemuda tahun 1928 di depan Gedung Gemeente Bioscoop Manado sekarang bioskop presiden pasar 45.      

Meity Pandean, putri SK Pandean saat ditemui Tribun Manado di rumahnya, menuturkan, ibunya mulai berani ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Utara sejak berumur 17 tahun. Pada tahun 1928, SK Pandean sudah masuk dalam panitia pembaca naskah, dan di tahun yang sama pula masyarakat dan pemuda Manado sudah banyak berkumpul di depan Gedung Gemeente Bioscoop.  

"Saat itu ada empat orang yang maju. Ibu saya sendiri perempuan. Saat itu,  tiga orang itu tak ada yang berani membacakan nashkah karena  tentara Belanda yang berjaga-jaga. Namun Ibu saya berani membacakan naskah sumpah pemuda itu," kata Meity.   

Setelah membacakan naskah tersebut, SK Pandean bersama tiga temannya langsung ditahan pihak koloni Belanda dan dimasukkan ke dalam penjara. Saat itu, Paman SK Pandean merupakan seorang jaksa sehingga malam harinya SK Pandean yang dilahirkan di Paniki Bawah 28 Agustus 1911 tersebut dibebaskan.  

"Tapi Ibu saya tak mau keluar, ia bilang, tiga orang sahabatnya juga harus dibebaskan. Setelah ketiga sahabatnya dibebaskan, barulah ibu saya ikut keluar dari tahanan itu," ujarnya.

Setelah kejadian tersebut, Menurut Meity, Almarhumah tak tinggal diam saja, pada umur 21, tepatnya sekitar tahun 1932, SK Pandean berangkat menuju ke tanah Jawa Tengah. Di sana wanita tersebut masuk dalam Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), dan tinggal dengan Mandagi yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Pengadilan Semarang.

"Di sana ia banyak kmembantu pergerakan perjuangan di bawah tangan, dan masuk dalam perjuangan bambu runcing dan juga di PMI," ucap Meity.

Tahun 1935, setelah pemberontakan Permesta,  SK Pandean pulang ke Manado bersama suaminya Frans Rudolf Oey, yang merupakan turunan Tionghoa. Di Manado, ia dipercayakan sebagai penasehat para Gubernur Sulut.

Tepatnya tanggal  6 Januari 1997, wanita yang telah berjasa tersebut menghembsukan nafas terakhirnya di usia 85 tahun. SK Pandean dikuburkan di samping rumahnya di Jln AA Maramis Nomor 179. Menurut Meity, Ibunya mengingkan agar dikuburkan di samping rumahnya.

Semasa hidup, beliau pernah menjabat Letnan BKR Kompi V, Batalyon 15 Resimen I, Magelang, Jateng. Kemudian Pimpinan Wanita KRIS, ditugaskan untuk menjenguk Presiden RI, Ir Soekarno dan HA Salim ketika dibuang ke Bangka tahun 1949. Tahun 1958 ia dianuhgerahi Satya Lencana Aksi Militer kedua oleh Menteri Pertahanan Juanda tanggal 5 ktober 1958.

"Dan tahun 1959 dianugerahi Tanda Jasa Pahlawan (Gerilya) oleh Presiden Panglima Tertinggi angkatan Perang RI, Soekarno tanggal 17 Agus-tus 1959. Selanjutnya pada tahun 1966, dianugerahi bintang gerilya oleh Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto pada tanggal 29 Agustus 1966," ujarnya.(deffriatno neke)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved