Swapar Dorong Sinergi Antarlembaga dalam Penanganan Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak
Swara Parangpuan punya keterbatasan melakukan pendampingan kepada seluruh korban yang ada
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID - Swara Parangpuan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulut mendorong sinergitas antar lembaga layanan dalam penanganan perempuan dan anak korban kekerasan.
Swara Parangpuan melihat, meskipun saat ini telah ada Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA), masih ada saja kendala dalam penanganan kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Vivi George dari Swara Parangpuan memberi contoh, masih adanya ego sektoral di lembaga-lembaga pengada layanan.
Kemudian, salah satu faktor penting lainnya ialah keterbatasan anggaran pendampingan bagi korban. Keterbatasan dana turut berpengaruh pada proses hukum.
Di satu sisi, Swara Parangpuan punya keterbatasan melakukan pendampingan kepada seluruh korban yang ada.
Swara Parangpuan mendapati, biaya jadi faktor penyebab banyak korban kekeraaan tidak mau melapor.
Baca: Menyimpan Tomat di Kulkas Ternyata Berbahaya, Ini Alasannya!
Baca: Mengapa Kucing Jantan Belang Tiga Sangat Sulit Ditemukan? Ini Penjelasannya!
Baca: Turunkan Berat Badan Dengan Olahraga Lari, Simak 6 Tipsnya
"Korban kekerasan yang rata-rata ekonominya di bawah, enggan datang lagi ketika hendak dimintai kekerasan. Sebab, mereka harus menyediakan biaya sendiri. Sementara, biaya dari lembaga pengada layanan, baik pemerintah dan organisasi nirlaba terbatas," kata Vivi dalam rakor penanganan kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulut, Kamis (25/07/2019) siang.
Memang, P2TPA Sulut punya mobil keliling tapi tak memungkinkan menjangkau seluruh wilayah di Sulut.
Katanya, sinergitas sangat dibutuhkan dalam penanganan kasus. Selama ini, P2TPA belum berjalan terpadu sebagaimana tujuannya.
Adanya layanan terpadu akan mempermudah layanan sesuai kebutuhan korban. Hal ini sebagai bagian dari upaya memenuhi hak korban atas keadilan, kepastian hukum, pemulihan dan ketidakberulangan dari peristiwa yang dialami.
Dalam diskusi yang menghadirkan Vivi George dari Swapar dan Mieke Pangkong, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulut disepakati, semua kasus yang diterima pengada layanan harus dilapotkan ke P2TPA.
"Agar korban bisa diberi pelayanan, pendampingan pemenuhan layanan sesuai yang dibutuhkan," kata Mieke.
P2TPA bersama lembaga pengada layanan sepakat menemui Kapolda Sulut untuk mendorong komitmen aparat penegak hukum agar memberi perhatian khusus pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
Swapar juga akan mendorong DPRD terkait penganggaran yang berpihak pada pemulihan korban kekerasan.
Adapun lembaga pengada layanan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulut, di antaranya, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulut, Lembaga Perlindungan Anak Sulut, Swara Parangpuan, LBH Manado dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KMSAKS) Sulut.
"Rakor ini tujuannya mencari mekanisme yang bisa digunaka untuk menyeledaikan kasus yang mengalami kendala baik dalam pendampingan hukum maupun pemenuhan hak korban," kata Nurhasanah, Koordinator Kajian dan Advokasi Swapar.
Selain itu, untuk menyamakan persepsi antar lembaga layanan serta adanya integrasi layanan di lembaga pengada layanan untuk pemenuhan hak perempuan dan anak korban kekerasan.
Terkait itu, sepanjang tahun 2018, Swapar melakukan advokasi pendampingan 72 kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Termasuk di dalamnya, perkosaan 19 kasus dan 4 kasus pelecehan.
Sementara, sepanjang tahun 2019, Swapar mengadvokasi 11 kasus perkosaan, 2 kasus pelecehan. Total kasus yang diadvokasi sepanjang semester I 2019, 27 kasus.