Begini Tuntutan Empat Pengamen Korban Salah Tangkap
Empat orang pengamen Cipulir korban salah tangkap mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Empat orang pengamen Cipulir korban salah tangkap mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam gugatannya, mereka mengajukan tuntutan ganti rugi kepada negara atas tindakan salah tangkap dan penyiksaan terkait kasus pembunuhan di Cipulir pada 2013.
Tuntutan ditujukan kepada Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kementerian Keuangan.
Baca: Provinsi Jateng Tiru Sulut, Belajar Program Jaminan Sosial BPJS TK Bagi Pekerja Sosial Keagamaan
Dalam sidang perdana yang digelar di PN Jaksel, Rabu (17/7) kemarin, keempat pengamen selaku pemohon diwakili kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Okky Wiratama. Namun, majelis hakim memutuskan menunda persidangan hingga 22 Juli 2019 karena pemohon lupa membawa kelengkapan surat advokat.
Selepas persidangan, Okky menceritakan berawal ketika keempat pengamen bernama Fikri Pribadi (17), Fatahillah (12), Arga Samosir alias Ucok (13), dan Muhammad Bagus Firdaus alias Pau (16), ditangkap dan ditahan Jatanras Polda Metro Jaya pada 2013.
Bersama dua pengamen lain, Andro Supriyanto alias Andro dan Nurdin Prianto alias Benges, mereka dituduh telah membunuh Dicky Maulana, pengamen yang ditemukan tewas di kolong Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan, pada 30 Juni 2013.
Dalam proses di kepolisian tersebut, diduga polisi melakukan kekerasan terhadap keempat anak yang masih di bawah umur tersebut agar mau mengaku melakukan pembunuhan. Mereka akhirnya terpaksa mengaku dan diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta hingga disidangkan di pengadilan.
Baca: Ketua Wadah Pegawai KPK Sebut Novel Kecewa dengan Hasil Investigasi Tim Gabungan Bentukan Polri
"Tanpa bukti yang sah secara hukum, keempatnya kemudian ditangkap dan dipaksa mengaku dengan cara disiksa," kata Okky.
Pada Oktober 2013, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis keempat pengamen tersebut terbukti bersalah dan menghukum pidana tiga hingga empat tahun kurungan penjara. Mereka kemudian menjalani hukuman di Lapas Anak Tanggerang.
Belakangan, keempat anak ini dinyatakan tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Selang tiga tahun kemudian, LBH Jakarta kembali memperjuangkan hak ganti rugi atas penahanan tersebut. "Berhak ganti kerugian karena kan ditangkap, ditahan padahal mereka kan nggak bersalah. Selama ini harusnya bisa kerja, gara - gara dipidana nggak kerja kan. Hal hal seperti ini yang dituntut," ujarnya.
Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 untuk per anak. Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara. Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.
Baca: Tukang Ojek Ini Kaget, Kasir Alfamart: Selamat Bapak Dapat Hadiah Motor!
Tidak hanya tuntuan secara materi, pihaknya juga meminta pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI untuk mengakui semua kesalahanya karena salah menangkap orang dan melakukan tindak intimidasi.
"Selama ini ditahan dia nggak sekolah dan lain-lain, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, nggak fair dong," ucap dia.
Okky mengakui praperadilan atas keempat pengamen korban salah tangkap ini adalah kali kedua. Sebelumnya, LBH juga memberikan pendampingan kepada dua korban salah tangkap lainnya, Andro dan Nurdin, dalam gugatan praperadilan ke PN Jaksel. Kedua korban yang masuk kategori dewasa lebih dulu bebas dari penjara.
Andro dan Nurdin telah mendapatkan ganti rugi dari negara setelah melalui proses yang panjang dan berliku juga.
Pada Agustus 2016 lalu, keduanya dengan pendampingan dari LBH Jakarta mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel. Mereka menuntut ganti rugi sebesarp Rp 1 miliar juga ditujukan kepada Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kementerian Keuangan. (tribun network/kompas.com/coz)