Video Ikan Asin Galih Ginanjar Ungkap Watak Pria Misoginis
Pakar studi jender dan budaya dari Universitas Sebelas Maret, Sri Kusumo Habsari PhD, menangkap adanya unsur misogini di dalam kata-kata Galih.
TRIBUNAMANDO.CO.ID - Video ikan asin yang membuat Galih Ginanjar jadi tersangka menarik perhatian publik.
Galih Ginanjar ditangkap polisi karena kasus video ikan asin. Rey Utami yang mewawancarai dan suaminya, Pablo Benua, pun jadi tersangka
Dalam video tersebut, Galih membandingkan hubungan seksual dengan Fairuz A Rafiq, mantan istrinya, dan Barbie Kumalasari, istrinya sekarang.
Seusai melihat video tersebut, pakar studi jender dan budaya dari Universitas Sebelas Maret, Sri Kusumo Habsari PhD, menangkap adanya unsur misogini di dalam kata-kata Galih.
Bagi pria misoginis, perempuan adalah obyek yang pasif dan obyek seksualitas pria.
“Misogini bisa merupakan kebencian laki-laki terhadap perempuan, tetapi berada pada alam bawah sadar.
"Bagi pria yang misoginis, perempuan hanya obyek belaka, diberi uang, dicukupi, tapi hanya sebagai obyek seks,” ujar Habsari kepada Kompas.com via pesan singkat pada Kamis (11/7/2019).
Dia melanjutkan, pria misoginis biasanya tidak malu bicara tentang hubungan seks mereka.
Dia mengemukakan hal-hal tentang perempuan yang cenderung merendahkan karena perempuan hanya obyek dia.
Meskipun dia memuji pasangannya sekarang, unsur bahwa perempuan adalah obyek bagi dia tetap terasa kuat.
Habsari lantas menjelaskan bahwa sifat misoginis sebetulnya bertentangan dengan budaya asli Indonesia.
Negara kita justru memiliki salah satu fluiditas peran jender tebaik di dunia, dan seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya, nilai perempuan di Indonesia termasuk tinggi.
“Video tersebut justru tidak lagi mencerminkan nilai budaya Indonesia.
"Video tersebut malah mengingatkan saya sitkom Family Guy (asal Amerika Serikat) yang kental dengan unsur misogini,” kata Habsari.
Secara norma dan nilai budaya, Habsari juga menemukan adanya pergeseran di mana hal-hal yang bersifat privat dibawa ke ranah publik dan tidak lagi malu untuk dibicarakan.