SBY Digoyang KLB: Begini Komentar Beberapa Kader Demokrat
Gejolak terus terjadi di internal partai Demokrat. Situasi politik terkini di partai berlambang mercy tersebut kini gaduh.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Gejolak terus terjadi di internal partai Demokrat. Situasi politik terkini di partai berlambang mercy tersebut kini gaduh. Namun beberapa kader-kader partai Demokrat di daerah menolak desakan digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) seperti yang dihembuskan Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat (GMPPD).
Tercatat ada Kader Demokrat Daerah Istimewa Yogyakarat (DIY), Jawa Barat, Sulawesi Utara dan DKI Jakarta yang sudah bersuara lantang menolak KLB.
Baca: Jokowi dan SBY Paling Demokratis: Ini Peringkat Indonesia sebagai Negara Demokrasi
Ketua DPD DKI Jakarta Partai Demokrat Santoso meminta kepada DPP untuk menindak tegas para kader yang menggulirkan isu soal KLB. "Bagaimana bentuk sanksinya, itu kami serahkan kepada DPP Partai Demokrat," ujarnya.
Santoso menolak jika alasan wacana digulirkannya KLB terkait anjloknya suara partai Demokrat itu di Pemilu 2019. "Kami seluruh jajaran partai mulai dari DPP sampai DPD sudah memprediksi bahwa kami bertahan saja itu bagus, karena dengan sistem pemilu yang berbarengan ini, dimana Partai Demokrat tidak memiliki efek ekor jas, maka kami sudah mempertimbangkan bahwa suara kita akan turun," ujarnya.
Maka itulah, Santoso menilai anggapan sejumlah politisi yang mengklaim bahwa harus digelar KLB karena suara partau turun itu seperti dibuat-buat. "Padahal yang bersangkutan sendiri mengetahui bahwa penurunan suara itu akan terjadi karena kami tidak terkena efek ekor jas," pungkasnya.
Sementara itu Ketua DPC Partai Demokrat Manado, Nortje Vanbonne mengatakan turunnya jumlah suara partai bukan kesalahan DPP Partai Demokrat. Dia menilai anjloknya suara partai berlambang mirip logo Mercy itu lantaran tidak mendapat efek ekor jas dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung di Pilpres 2019.
"Kita tidak mendapatkan efek ekor jas karena tidak ada calon presiden, namun justru karena ada ketokohan SBY, AHY, dan Mas Ibas, partai kita masih bisa bertahan melewati ambang batas parlemen, bandingkan dengan partai-partai lama yang justru tidak lolos PT.
Baca: Alasan Ray Rangkuti Minta MK Periksa Prabowo-Sandi, Survei: Mayoritas Bilang Pilpres Jujur
Demokrat justru lolos walaupun tidak punya calon presiden dan ketua umum kita tidak bisa berkampanye karena menjaga Ibu Ani yang sedang sakit saat itu," kata Vanbonne.
SBY Diduga Langgar AD/ART
Ketua DPP Partai Demokrat Subur Sembiring menyebut penunjukan Sekjen Hinca Pandjaitan sebagai pelaksana tugas harian menyalahi aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD/ART) partai. Menurut Subur, amanat yang diberikan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semestinya diturunkan ke Wakil Ketua Umum Partai Demokrat.
Subur juga menyebut Hinca tidak pernah memberikan arahan apapun kepada kader partai Demokrat. "Selama empat bulan sekjen menerima amanah tersebut kita ketahui, saya sebagai Ketua DPP PD, tidak pernah ada rapat-rapat menyangkut soal kegiatan internal PD dan tidak pernah ada juga petunjuk-petunjuk langsung yang beliau sampaikan tentang bagaimana seorang pelaksana harian PD menjalankan roda organisasi dan membesarkan PD," tuturnya.
Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari membela sang ketua umum dan sekjen, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Hinca Pandjaitan. Imelda mengatakan selama ini roda organisasi Partai Demokrat berjalan dengan baik.
Baca: Sengketa Pilpres di MK, Pengamat Nilai Prabowo-Sandiaga Seharusnya Diperiksa
"Sekjen dan jajaran kesekjenan melaksanakan tugas yang menjadi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) untuk menjalankan roda organisasi sehari-hari saat ketum sedang merawat almarhumah Ibu Ani Yudhoyono di Singapura selama 4 bulan atas arahan ketum," kata Imelda.
Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebut Subur Sembiring tidak memahami apa yang sedang terjadi di internal partai. Menurutnya Sekjen Hinca Panjaitan hanya ditugasi secara administratif memimpin tugas harian selama SBY berada di Singapura menjaga dan merawat ibu Ani.
Seluruh keputusan kata Ferdinand tetap berada di tangan SBY walaupun Hinca ditunjuk sebagai pelaksana tugas harian. "Semua keputusan tetap berada di tangan Ketua Umum Pak SBY, meskipun sekjen ditugasi memimpin administratif setiap hari," ujar Ferdinand.