Pengamat: Regulasi Luput Aturan Promo, Perang Tarif Ojol Harus di Setop
Jika perang tarif terus dilakukan Dikhawatirkan, semua usaha transportasi hanya dikuasai oleh segelintir orang
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID- Perang tarif ojek online yang hingga kini terjadi menurut pengamat harus disetop agar perkembangan industri ride hailing tidak terganggu.
Pasalnya, dalam Kemenhub 348/2019 tidak mengatur secara spesifik tentang aturan promo yang menjadi salah satu pemicu perang tarif.
“Segera setop perang tarif itu. Kembalilah ke harga wajar. Angkot saja kita atur harganya, ada organda, dan ada pemerintah di sana. Jadi nggak boleh subsidi ada lagi subsidi harga lagi,” kaya Syamsuri Rahim, Wakil Dekan Universitas Muslim Indonesia Makassar dalam keterangan tertulis ke Tribunmanado.co.id, Rabu (15/05/2019).
Jika perang tarif terus dilakukan, akan menyebabkan aksi bakar uang terus berlangsung.
Dikhawatirkan, semua usaha transportasi hanya dikuasai oleh segelintir pihak.

Pada akhirnya, menurut dia, aksi ini akan dilanjutkan dengan peluang merger dengan perusahaan yang sulit berkembang dan berkompetisi.
“Ujung-ujungnya monopoli. Itu cara strategi kuasai pasar. Setelah dikuasai, mereka akan seenaknya. Ini karena pemerintah tidak mengaturnya dengan baik,” kata dia.
Sementara itu, Peneliti Ekonomi Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero pada satu kesempatan menilai pemerintah tak perlu menetapkan tarif, jika jor-joran perang di industri ojek online itu tetap terjadi di arena promo yang terus menerus.
Baca: Tak Suka Pamer Harta, Luna Maya Ternyata Punya Vila Mewah di Bali, Intip Yuk!
Baca: UPDATE Siswi SMK Tewas Ditabrak di Hari Kelulusannya, Polisi: Pacar Korban Tak Punya SIM dan STNK
Apalagi, faktanya, penetapan tarif ojek online oleh pemerintah tersebut tidak mempertimbangkan dari sisi masyarakat pengguna atau konsumen.
Bahkan, bila dibiarkan terlalu lama, perang tarif itu dikhawatirkan akan menimbulkan kondisi pasar ojek online menjadi kian tak jelas.
“Makanya dibutuhkan ketegasan pemerintah sebagai regulator. Seperti pelaku bisnis yang ada di Indonesia. Ada operator dari luar dan ada produk lokal seperti Gojek kenapa tidak diatur dengan baik,” kata Syamsuri.
Menurut dia, dalam perdagangan bebas seperti ini bukan berarti, kebebasan yang kebablasan. Kebebasan yang diharapkan adalah dengan tetap mengedepankan adanya aturan yang ada keberpihakan kepada produk dalam negeri.
“Coba dibayangkan, karena kemampuan dananya dia [Grab] bisa merger. Uber habis kan karena dia pelaku kecil di Indonesia. Pemerintah harus tau siapa yang harus dipertahankan dan dilindungi,” kata dia.
Pemerintah sebagai regulator diharapkan bisa lebih kuat dalam mengimplementasikan peraturan Kemenhub 348/2019 yang baru terbit.
Bahkan, peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang mengawasi persaingan usaha, diharapkan juga terlihat melihat berjalannya persaingan bisnis di dunia ride hailing tersebut.