Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tim Hukum Bentukan Wiranto Awasi Amien Rais Cs

Tim Hukum Nasional bentukan Menteri Kordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mulai bekerja mengkaji

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribun-Video
Isi Surat Terbuka 5 Pendiri PAN Desak Amien Rais Mundur, Dianggap Jadikan Agama Sebagai Alat Politik 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Tim Hukum Nasional bentukan Menteri Kordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mulai bekerja mengkaji aktivitas dan ucapan 13 tokoh setelah pemilu 2019. Menurut Anggota Tim, Romli Atmasasmita, aktivitas dan ucapan 13 tokoh sudah mulai dibahas bersama, pada Senin (13/5).

"Benar hari ini sudah dibahas," ujar Romli Atmasasmita, yang juga Staf Khusus Menko Polhukam Bidang Hukum dan Perundang-Undangan ini.

Romli Atmasasmita menyebut sejumlah tokoh yang aktivitas dan ucapan sedang dikaji itu, yakni Eggi Sudjana, Kivlan Zen hingga Amien Rais. "Dari Eggi, Kivlan, Amien Rais, Bachtiar Nasir," sebut Romli Atmasasmita.

Menurut dia, tugas tim adalah mengkaji apakah aktivitas serta ucapan yang dilakukan para tokoh tersebut mengandung unsur pidana atau tidak. Setelah itu, hasil dari kajian itu akan diteruskan kepada pihak kepolisian.

Namun dia tegaskan, pemerintah, tak akan mencampuri urusan penegakan hukum yang sedang dilakukan polisi atau aparat penegak hukum lainnya. "Tim hukum ini bukan untuk tim intervensi agar polisi mengambil langkah-langkah hukum. Tapi justru menjaga agar polisi bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku, justru menjaga itu," jelasnya.

Eggi Sudjana menanggapi langkah tim hukum nasional yang memasukkan dirinya sebagai tokoh yang dikaji aktivitas dan ucapannya. Menurut Eggi, tim ini merupakan uji independensi bagi anggota tim yang berisi akademisi dari bidang hukum.

"Kalau terkait tim Asistensi, itu menarik karena banyak profesor doktor disana. Juga teman teman saya, diujilah independensi keilmuannya yang objektif," ujar Eggi.
Eggi meminta tim Asistensi Hukum tidak memihak dalam membuat kajian.

Dirinya bahkan menilai gelar akademik para anggota tim asistensi bisa dicabut jika menilai dirinya layak jadi tersangka. "Objektif artinya tidak memihak, jangan subjektif. Kalau profesor doktor masih berpendapat bahwa saya layak jadi tersangka saya kira profesornya mesti dibatalkan," tutur Eggi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai pembentukan tim hukum nasional berbeda dengan gaya penegakan hukum di era Orde Baru sebab wewenangnya hanya memberi nasehat, tidak mengambil tindakan hukum.

Ia menambahkan, meski tim tersebut dibentuk, masyarakat tetap bisa menyampaikan pendapat yang berbeda dengan sikap pemerintah dan tak langsung ditangkap.

"Zaman Orba itu begitu ada ngomong tidak sesuai pemerintah itu dia bisa ditangkap. Kalau yang ini (sekarang) orang yang berkata begitu, dievaluasi, apakah ada pelanggaran hukumnya. Kalau ada pelanggaran hukumnya dibawa ke polisi," ujar Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla menambahkan, tim hukum nasional juga tidak bisa mengambil tindakan karena bekerja di bawa Kementeri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Kalla mengatakan tindakan tersebut hanya bisa diambil oleh polisi selaku aparat penegak hukum.

"Ya tidak boleh badan ini tidak boleh mengambil tindakan, Menko pun tidak bisa ambil tindakan, hanya yang boleh ambil tindakan hanya polisi dan kejaksaan," ujar Jusuf Kalla.

"Jadi ini adalah lembaga pemantau sekali lagi memantau ada gejolak masyarakat, kalau ambil tindakan ya enggak boleh. Melanggar undang-undang. Kalau Menko, tidak boleh ambil tindakan," lanjut dia.

Anggota Rembuk Nasional Aktivis 98 sekaligus Anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Adian Yunus Yusak Napitupulu tidak setuju dengan dibentuknya Tim Asistensi Hukum oleh Menko Polhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto yang bertugas untuk mengkaji ucapan-ucapan para tokoh.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved