OCBC NISP Raih Dana Rp 2 Triliun dari IFC
Bank OCBC NISP akan menerima kucuran dana dari Internasional Finance Corporation (IFC) senilai Rp 2 triliun sehubungan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Bank OCBC NISP akan menerima kucuran dana dari Internasional Finance Corporation (IFC) senilai Rp 2 triliun sehubungan dengan Komodo Bond yang baru diterbitkan.
Dana ini akan mengalir untuk membiayai proyek berwawasan lingkungan (green financing).
Kucuran dana ini merupakan lanjutan dari penandatanganan perjanjian bilateral yang telah ditandatangani oleh kedua pihak beberapa waktu lalu.
Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP mengatakan, dana yang diterima dari IFC akan digunakan untuk membiayai investasi sektor swasta untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
"Fasilitas pinjaman tersebut memiliki tenor lima tahun dan akan didistribusikan Bank OCBC NISP untuk mendanai proyek-proyek seperti efisiensi energi dan energi terbarukan," ujar Parwati dalam keterangan resmi, Selasa (9/10).
Perjanjian ini merupakan langkah awal bagi OCBC NISP untuk mendukung nasabah melakukan bisnis secara berkelanjutan. Juga turut berkontribusi positif dalam pengembangan pembangunan dan tujuan pemerintah.
Kolaborasi OCBC NISP dan IFC ini diharapkan mampu menghasilkan solusi inovatif guna memperluas peluang investasi di sektor swasta secara berkelanjutan baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Pada tahap awal, dana tersebut antara lain akan digunakan OCBC NISP dalam pembiayaan bagi debitur yang bergerak di bidang pengelolaan air. "Kami sangat selektif dalam memilih proyek yang akan menerima pendanaan ini," ujar Parwati.

Rasio Kredit Bermasalah BPD Masih Mekar
Bank pembangunan daerah (BPD) harus bekerja keras membereskan tagihan mereka. Pasanya, rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) bank daerah sampai Juli 2018 mencapai 3,32%.
Meski aman, hanya level tersebut berada di atas rata-rata industri perbankan yang berada di angka 2,73%. Boedi Armanto, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan, NPL bank daerah itu dari kredit sektor non konsumer.
"Penyebabnya macam-macam, tapi umumnya berkaitan dengan sumber daya manusia, tata kelola dan risk management," kata Boedi kepada KONTAN, Selasa (9/10).
Lebih lanjut, Budi menjelaskan, kredit macet BPD juga karena beberapa pengutang masuk tipe debitur prima yang tetap mendapat kucuran kredit. Proyek debitur biasanya dari luar daerah BPD sehingga tidak terkontrol dengan baik. Selain itu sistem teknologi di beberapa BPD juga bisa dibilang masih jauh dari kategori canggih.
Bank daerah optimistis
Meski begitu, para bankir BPD optimistis bisa menyelesaikan kredit bermasalah ini. Mereka juga mengaku sudah menyiapkan strategi untuk menangani kredit bermasalah yang cukup tinggi terutama untuk sektor non konsumer.