Pengamat: Masalah Sampah Mulai dari Keluarga
SAAT masyarakat perkotaan belum menjadikan persoalan sampah sebagai domain atau wilayah mereka. Ada pergeseran nilai menyangkut kebersihan. Arti nilai
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Andrew_Pattymahu
Jefry Paat
Sosiolog Fisip Unsrat
SAAT masyarakat perkotaan belum menjadikan persoalan sampah sebagai domain atau wilayah mereka. Ada pergeseran nilai menyangkut kebersihan. Arti nilai bersih sepertinya sudah hilang.
Yang dimaksud nilai kebersihan termasuk di dalamnya keindahan, kenyamanan dan kesehatan. Hal ini tidak lagi menjadi konsep dalam diri masyarakat perkotaan secara individual.
Contoh sederhana saat ini, ada kecendrungan dalam satu keluarga masalah sampah bukan lagi masalah ayah, ibu dan anak. Semuanya diserahkan ke asisten rumah tangga.
Ini yang dimaksud kebersihan bukan menjadi domain keluarga lagi. Tidak lagi menjadi nilai dalam keluarga. Akibatnya diacuhkan, terabaikan, karena peran itu sudah diserahkan ke asisten rumah tangga keluarga.
Karena itu aturan soal sampah menjadi tidak terlalu penting. Sekali lagi ini karena mereka (keluarga) merasa bukan tugasnya untuk membuang sampah.
Namun setelah menyaksikan misalnya ada tumpukan sampah baru muncul respon. Tapi respon itu istilahnya hanya di mulut saja. Tidak diikuti dengan tindakan. Ujung-ujungnya yang disalahkan petugas sampah.
Artinya menyangkut kebersihan ada kecenderungan menyalahkan orang lain, ketimbang mengevaluasi diri. Justru itu terkait sampah sebaiknya disosialisasikan ke warga menengah keatas.
Sebab ada kecenderungan persoalan sampah hanya menyasar ke masyarakat bawah, padahal warga menengah atas juga berperan besar. Peran masayarakat menengah keatas sebenarnya sebagai penggerak sosialisasi.
Masyarakat menengah atas biasanya menjadi tokoh masyarakat, tokoh agama. Nantinya mereka yang akan memberikan contoh tanggung jawab kebersihan, termasuk di dalamnya kesehatan dan kenyamanan.
Harus ditimbulkan lagi ini rasa tanggungjawab akan kebersihan. Mulai dari diri sendiri dan keluarga.
Perilaku bersih harus kembali lagi ke keluarga.Orangtua dan anak‑anak harus sadar sampah, bukan hanya tugas asisten rumah tangga.
Membentuk perilaku hidup bersih memang butuh proses panjang, kasarnya butuh generasi baru untuk menanamkannya. Sedari anak‑anak sudah harus ditanamkan. Namun sambil menunggu generasi berganti yang tidak tahu kapan, gerakan menanamkan kembali perilaku hidup bersih harus dilakukan.
Satu di antara upaya dengan menegakkan Perda Sampah, ada sanksi yang diatur, meski kecil pengaruhnya tapi harus terus diupayakan.
Sanksi itu kecil pengaruhnya, karena persoalannya orang tidak merasa bahwa masalah sampah bukan pekerjaan atau domainnya, bukan wilayahnya.
Namun secara yuridis formal, pemerintah harus secara koinsisten dan tegas menegakan Perda.Penegakan Perda harus ditunjang dengan pembenahan fasilitas kebersihan, semisal di tempat umum
Konsekuensinya wajib disiapkan tempat sampah yang layak.
Jangan biarkan tempat sampah rusak tidak diganti. Ada titik yang kotor dibiarkan tanpa dibersihkan. Intinya konsistensi dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Ia mencontohkan, dulu di kendaraan umum pernah disiapkan keranjang sampah, namun sekarang sudah hilang. Andai bisa diwajibkan kembali, aturan itu bisa jalan lagi.(ryo)