Watu Pinawetengan, Saksi Sejarah Minahasa
Tersembunyi di antara rindangnya pohon-pohon, situs budaya Watu Pinawetengan tetap menjadi identitas suku Minahasa.
Laporan wartawan Tribun Manado Lucky Kawengian
Tersembunyi di antara rindangnya pohon-pohon, situs budaya Watu Pinawetengan tetap menjadi identitas suku Minahasa. Situs budaya ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah Minahasa walau sebagian besar warga, khususnya generasi muda tidak lagi memahami cerita sejarah keterkaitan perkembangan suku ini dengan situs Watu Pinawetengan.
TERLETAK tepat di kaki pegunungan Manimporok, terdapat beberapa bangunan beton dicat putih dan merah. Bangunan utama seluas sekitar enam kali enam meter berdiri. Atapnya menyerupai bagian atas waruga dan terdapat patung burung manguni (burung hantu).
Dalam bangunan itu terdapat Watu Pinawetengan yang selama ribuan tahun terus dirawat karena erat kaitan dengan sejarah Minahasa. Batu ini berbentuk seperti batu pada umumnya namun ukurannya cukup besar dengan panjang sekitar empat meter, lebar dua meter, dan tinggi sekitar satu setengah meter.
Di atas batu tersebut terlihat beberapa guratan yang dibuat manusia. Bentuknya beraneka ragam yang diartikan sebagai simbol dari kegiatan manusia awal di Minahasa. Terdapat simbol laki-laki (Toar), perempuan (Lumimuut), dan aktivitas warga yang tergambar seperti menangkap babi dan beberapa simbol lainnya.
Cagar budaya yang disahkan melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 ini berdiri megah seolah menatap sebagian besar wilayah Minahasa. Dari tempat tersebut bisa dilihat Danau Tondano, hamparan perkebunan warga dan beberapa perkampungan. Seolah menjadi tempat ideal untuk membagi daerah seperti yang dikisahkan dalam legenda Toar-Lumimuut.
Saat ini situs budaya ini menjadi tempat kunjungan favorit bagi warga Minahasa. Penjaga situs budaya Watu Pinawetengan, Ari Ratumbanua mengatakan situs budaya itu selalu dikunjungi wisatawan. Bukan hanya warga Suku Minahasa, melainkan ada juga wisatawan dari luar negeri yang ingin mempelajari sejarah Minahasa.
"Walau tidak banyak orang yang berkunjung tapi setidaknya lokasi ini sering didatangi oleh pengunjung. Bahkan secara rutin ada kelompok warga yang datang pada tanggal tertentu," ujarnya.
Kelompok warga yang dimaksud biasanya adalah perkumpulan budayawan yang datang untuk sekedar berdiskusi atau bertemu dengan rekan-rekan lain yang memiliki hasrat yang besar untuk mengembangkan dan mempertahankan kebudayaan asli Minahasa.
Namun dari total jumlah pengunjung yang datang, anak-anak muda terhitung sedikit. Entah karena tidak paham dengan sejarah daerah atau tidak lagi tertarik dengan hal yang berbau tradisi dan budaya.